Monday, July 2, 2018
CERPAN
cerita panjang, antara jepara, habib luthfi, Yai Dullah, Syaikh nawawi dll. monggo disimak
*Dari Rumah Dibawa ke NU, Jangan dari NU Dibawa ke Rumah*
Oleh M Abdullah Badri
_Wakil Sekretaris PC LTN NU Jepara_
SELAMA 35 tahun, ranting NU Desa Beringin hilang. Selama 20 tahun pula, Desa Dongos tidak ada kepengurusan ranting NU-nya. Namun, dalam medio 2016-2017 hingga kini, kegiatan ke-NU-an di dua desa yang ada di Jepara itu makin ramai. Dalam hari-hari tertentu, kegiatan ke-NU-an secara maraton bahkan digelar tanpa jeda.
Begitu pula nama para petinggi/kepala desa di seluruh Kabupaten Jepara, masuk dalam struktural NU di desa masing masing, demi menjaga tetap berlangsungnya amaliyah aswaja dan tidak terprovokasi radikalisme anti NKRI. Pengurus Mejelis Wakil Cabang (MWC), -struktur NU tingkat kecamatan-, juga sudah sejajar dengan Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopincam), baik dari segi komunikasi maupun kerjasamanya.
Geliat NU di Jepara yang diakui oleh banyak pihak makin hidup di masa kepemimpinan Rais Syuriah KH Ubaidillah Umar dan Ketua Tanfidziyah PCNU KH Hayatun Abdullah, membuat radikalisme dan wahabisme terhalang masuk ke Jepara. NU juga makin diperhitungkan dalam peta politik dan pengambilan kebijakan pemerintah daerah hingga desa.
Kedua pemimpin tertinggi di NU Jepara itu tiada lain adalah menantu dan putra KH Abdullah Hadziq bin Hasbullah Balekambang, Nalumsari, Jepara. Sosok ulama yang disebut-sebut Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan sebagai _waliyullah alim-allamah_ tapi tetap selalu berpenampilan sederhana karena punya rutinitas pergi ke pasar secara mandiri, bertopi leken dan bercelana, dan naik dokar demi memenuhi kebutuhan rumah tangga dan santri-santrinya.
Mbah Dullah -panggilan akrab KH Abdullah Hadziq-, kata Habib Luthfi, pernah ngaji selama 12 tahun di Makkah kepada Syaikh Mahfud at-Tarmasi, Syeikh Dimyathi dan juga Syeikh Nahrawi al-Makkiy, mursyid thariqah Syadziliyah, dan ulama masyhur tanah Haramain lainnya.
Oleh Habib Luthfi, selain Mbah Malik (Purwokerto), Mbah Dullah Balekambang adalah sosok guru yang dianggap sebagai bapak, mengingat di masa kecilnya, Habib Luthfi pernah “_dimomong_ ngaji” Mbah Dullah selama dua tahun di Pesantren Balekambang dari tahun 1961, saat usia 13 tahun. Meski begitu, Habib Luthfi adalah mursyid thariqah Mbah Dullah. Kok bisa?
Ceritanya, ketika hendak bai’at thariqah kepada Syeikh Nahrawi al-Makky dan Syeikh Mahfudz at-Tarmasiy, Mbah Dullah tidak langsung mendapatkan ijin. Oleh Syeikh Nahrawi, Mbah Dullah diberitahu bahwa mursyid beliau saat itu belum lahir dan masih dalam kandungan ibunda.
“Mursyidmu nanti adalah cucu dari Habib Hasyim bin Umar bin Thaha bin Yahya Pekalongan. Carilah,” demikian kata Syeikh Nahrawi.
Karena diperintah guru, Mbah Dullah Balekambang akhirnya mencari calon mursyidnya tersebut, dan bersilaturrahim dengan Habib Hasyim. Setelah mengutarakan tujuan dan tujuan Mbah Dullah kepada Habib Hasyim, maka dipanggil lah putra-putranya untuk ditanya; siapa yang istrinya mengandung, ternyata Habib Ali bin Yahya, yang di kemudian hari, -setelah lahir seorang putra dari istrinya-, diberi nama Muhammad Luthfi.
Saat bertemu itulah, Mbah Dullah meminta kepada Habib Ali bin Yahya agar ketika sudah _mukallaf_ Habib Luthfi muda dipondokkan di Pesantren Balekambang meski sebentar. Dan setelah Habib Luthfi memasuki usia baligh, Mbah Dullah pun benar-benar berbai’at thariqah kepada Habib Luthfi.
Cerita guru yang juga murid - murid yang juga guru ini, sudah populer di masyarakat pesantren, sebagaimana hubungan guru-murid antara KH Arwani Amin (Kudus), KH Ma’mun Ahmad (Kudus) dan KH Hasan Askari (Mbah Mangli, Magelang). Teladan luar biasa tapi sudah biasa terjadi di kalangan Nahdliyyin di manapun.
Yik Luthfi adalah panggilan keseharian untuk Habib Luthfi sebagai “putra” _kinasih_ Mbah Dullah. Santri lain dipanggil dengan sebutan yang futuristik. Jika besok santrinya jadi kiai, Mbah Dullah memanggilnya dengan sebutan “kiai”. Jika kelak jadi pengusaha, dipanggil “bos”. Semua santri Mbah Dullah dipanggil secara terhormat dan _mbungahke_, minimal sebutan disebut dengan “kang”.
Habib Luthfi mengenang, Mbah Dullah adalah sosok kiai yang “_open dan telaten_” kepada para santrinya. Jika ada waktu senggang, para santri dibuat senang dengan diajak mayoran (makan-makan) hingga menjadi sebuah tradisi yang ditunggu-tunggu para santri Pesantren Balekambang.
Jika ada kabar Mbah Dullah akan mayoran, para santri langsung menyiapkan alat untuk memancing ikan Lele, Bethik, Kuthuk, dan jenis ikan lain yang ada di sungai belakang pesantren.
Mbah Dullah paling suka jika santrinya gembira. Misalnya, saat Habib Luthfi muda ketahuan reflek menari karena kenthongan Subuh ditabuh lebih lama saat Ramadhan, Mbah Dullah justru senang dan tertawa lepas, tidak bermuram. “Baru kali ini saya melihat guruku tertawa lepas,” terang Habib Luthfi.
*NU dan Jimat Pengaman Logistik*
Pada masa kolonial dan awal kemerdekaan, Mbah Dullah juga dikenal sebagai penggerak pejuang NU di tahun-tahun awal berdirinya. Saat meletus perang 10 November 1945 (pasca Fatwa Resolusi Jihad 22 Oktober), Mbah Dullah ditunjuk gurunya, Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari (Mbah Hasyim) sebagai penyedia dan pengaman logistik para pejuang yang ada di Surabaya.
Agar pengiriman logistik aman sampai tujuan dan aman sentosa, Mbah Dullah dibekali Mbah Hasyim sebuah jimat yang membuat tentara NICA pimpinan Inggris terbutakan matanya. Pengabdian kepada NU sebagai penggerak inilah yang membuat pengaruh Mbah Dullah di Jepara kala itu makin disegani.
Jimat Mbah Hasyim mengingatkan sebuah tongkat komando dari KH Asnawi Bendan Kudus (pendiri NU), yang pernah diberikan kepada Mbah Dullah dan hingga kini masih tersimpan rapi dan diserahkan kepada Gus Yatun.
Tongkat itu adalah saksi sejarah saat Mbah Asnawi berjuang bersama Mbah Hasyim menghadapi momentum tersulit di masa-masa awal NU berdiri. Jika pendiri NU Mbah Hasyim diwasiati tongkat oleh Syaichona Cholil Bangkalan (disimpan oleh PBNU), maka Mbah Dullah diserahi tongkat komando Mbah Asnawi Kudus, yang konon punya keramat bisa digunakan sebagai titik memulai “membersihkan” jagad angkara murka yang meluas tak terkendali.
Jadi, selain ulama yang _alim allamah_, Mbah Dullah adalah pejuang, yang dalam buku sejarah lokal daerah pun, belum/tidak tertulis kiprah besarnya. Padahal bukti masih bisa dideteksi jika mau.
Meski begitu, tampilan kesederhanaan beliaulah yang membuat orang segan dan hormat. Kepada kiai lain, baik yang seusia atau lebih senior, beliau selalu memosisikan diri dengan adab dan tawadlu’. Termasuk kepada KH Arwani Amin Kudus.
Walaupun sudah jadi kiai besar dan berpengaruh di Jepara, tanpa perantara, Mbah Dullah datang langsung ke Kiai Arwani ketika memondokkan putranya, Hayatun. “Kang, anakku _tak titipke_ supaya bisa ikut bantu _nyapu-nyapu_ atau ngepel lantai pondok. Aku pasrah,” begitu pinta Mbah Dullah ke Kiai Arwani kala itu. Pilihan kalimatnya sangat tawadlu’.
Karena sudah dipasrahkan ngaji Al-Qur’an, _bibarkatillah_, Gus Hayatun muda mampu merampungkan hafalan Al-Qur’an 30 juz dalam waktu tujuh bulan saja. Bisa begitu karena selama ngaji di Kudus, ia mengisi 24 jam full waktunya hanya untuk _nderes_ ngaji Al-Qur’an. Tidur sekitar 1-2 jam. Tapi, sebelum “_digeret_” ngaji Al-Qur’an ke Kudus, Mbah Dullah punya cara sendiri mendidik Gus Hayatun kecil yang dikenal jadzab.
Tiap ngaji bandongan bersama santri di Balekambang, Mbah Dullah selalu memanggil putranya tersebut untuk mimijat. Sambil ngaji, Gus Hayatun diperintah memijat pundak Mbah Dullah yang tiduran/duduk membaca kitab kuning. Jika hendak ijin selesai memijat pundak kiri, Mbah Dullah minta dipijat lagi pundak kanannya. Begitu terus sampai ngaji bandongan selesai, setiap hari. _Alhasil_, saat dipaksa memijat itulah, Gus Hayatun kecil otomatis mendengar langsung isi kitab yang dibaca Mbah Dullah.
Meski nakal, untuk urusan memijat ini, Gus Hayatun kecil tidak berani menolak perintah abahnya. Praktik _birrul walidain_ inilah yang menarik KH Hasan Askari (Mbah Mangli, Magelang –asli Jambu, Mlonggo, Jepara) untuk menjadikan Gus Hayatun kecil sebagai anak angkat. Selama tujuh hari, Gus Hayatun kecil yang belum khitan, tinggal se-_ndalem_ bersama Mbah Mangli, atas persetujuan Mbah Dullah tentunya.
Sepulang dari Mbah Mangli di Magelang, Gus Hayatun muda dikhitankan oleh Mbah Dullah. Peralihan kepada usia _baligh_ inilah, KH Muhammadun Pondoan, Tayu, Pati, menggantikan peran Mbah Mangli sebagai ayah, menemani Gus Hayatun selama semalam penuh di Balekambang untuk didoakan.
Karakter “_open dan telaten_”, suka mayoran, rendah hati kepada yang lebih sepuh, dan taat pada guru itulah, yang agaknya ditiru dan di_ittiba’i_ oleh Gus Hayatun _Alhafidz_ dari abahnya, Mbah Dullah, saat menjadi ketua NU Jepara hingga dinilai mampu menggerakkan NU, menyediakan dan mengamankan logistik para pejuang NU, sebagaimana Mbah Dullah dulu melakukan hal yang sama saat Resolusi Jihad 22 Oktober 1945.
Kiprah dan kepempimpinan NU di Jepara yang dinilai berhasil itulah yang membuat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siraj, melirik Gus Hayatun hingga memintanya bisa lebih aktif dan berperan lebih besar di NU saat bertemu di Ponpes At-Taqiy (Welahan, Jepara) dalam sebuah acara, setahun lalu.
Apalagi Gus Hayatun juga dikenal dekat dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di masa awal reformasi hingga diperintah untuk _nderekke_ sebagai _muqollid_ dan _mukhollid_ (menjadi pengikut lekat dan teman dekat) Gus Dur selama tujuh tahun.
“_Open dan telaten_” agaknya jadi karakter kepemimpinan Gus Hayatun selama dua tahun lebih memimpin PCNU Jepara. Untuk menggerakkan NU, penguatan organisasi adalah _koentji_. Bukti itu sudah ada. Puluhan tahun NU ranting Beringin dan Dongos hilang, berhasil dikembalikan dan diaktivasi.
Hal itu tidak akan terjadi jika NU hanya dijadikan kendaraan, bila yang ada di NU justru dibawa pulang sebagai “oleh-oleh”. Untuk menjadi pejuang, Al-Qur’an meminta kita untuk mendahulukan “_amwalikum_” sebelum “_anfusikum_”.
“Dari Rumah Dibawa ke NU, Jangan dari NU Diusung ke Rumah”. Artinya, NU tidak boleh dijadikan “_mayoran_”. Jadikanlah yang ada di rumah sebagai “_mayoran_ untuk menggerakkan NU”.
Demikianlah rumus Gus Hayatun menggerakkan NU ketika mengamini _dawuh_ Kiai Said maju sebagai calon Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah masa khidmah 2018-2023, di Pesantren Miftahul Huda, Ngroto, Gubug, Grobogan, Sabtu, 7 Juli 2018 ini.
Tongkat komando wasiat Mbah Asnawi Kudus yang diserahkan ke Mbah Dullah, agaknya tidak perlu dikeluarkan oleh Gus Hayatun jika yang “Dari Rumah Dibawa ke NU” untuk kepentingan bangsa dan negara. Semoga. []
Source: http://www.dutaislam.com/2018/07/dari-rumah-dibawa-ke-nu-jangan-dari-nu-dibawa-ke-rumah.html
Sunday, June 10, 2018
Persaudaraan
*KITA TIDAK SEDARAH TAPI MELEBIHI SEDULUR*
😁
*"SEDULURAN*
*ADALAH ANUGRAH"*
Seduluran adalah
*menyayangi*, bukan
*menyaingi*
Seduluran adalah
*mendidik*, bukan
*membidik*
Seduluran *merangkul*,
bukan *memukul*
Seduluran *membina*,
bukan *menghina*
Seduluran *mencurahkan*,
bukan *memurahkan*
Seduluran *mencari solusi* bukan *mencari sensasi*
Seduluran
*membutuhkan*, bukan
*meruntuhkan*
Seduluran
*menghargai*, bukan
*melukai*
Seduluran *membela*,
bukan *mencela*
Kadang Dulur yang suka
*mentraktir* kita, BUKAN
karena mereka
*BERLEBIHAN*
tapi... karena mereka
meletakkan Seduluran
*MELEBIHI UANG...*
tapi... karena mereka
*MENGHARGAI* arti sebuah
Seduluran.
Kadang2 Sedulur yang selalu
*share WA* ke kita, bukan
karena merasa *PINTAR*
tapi... karena *INGAT*
pada *KITA*.
Suatu Hari ada yang
mengingatkan tentang
*Agama* dan *Iman*.
Bukan karena *merasa* *baik*
*dan sudah sempurna*
tapi.... itulah perwujudan
Seduluran
Suatu saat, kita semua akan
*TERPISAH*, baik oleh *jarak, waktu*
maupun *ajal* yang
akan menjemput kita.
*Namun* ada Sedulur yang
terus *mendoa'kan kita*
Suatu saat *Anak-anak* dan
*Cucu-Cucu* kita akan
bertemu mereka dan
bercerita... *Dulu Kita* *Pernah menjalin* *Seduluran*
*Bersama.*
Seduluran *tidak* *mencari*
*cari kesalahan* tapi....
Menutupi *kesalahan*
Seduluran berlandaskan Hati yg *TULUS dan IKHLAS*
Seduluran akan terus
*berlangsung* walau banyak
sekali *halangannya*
Pada satu Waktu Sebagian
cuma memperhatikan
*KESUKSESAN* kita, tapi...
ada Sebagian Sedulur yg
peduli akan kondisi
*KESEHATAN* kita, maka
itulah *Seduluran yg*
*sejati.*
Suatu hari kita *terlena dalam*
*canda dan tawa* tapi... ada
yang mengingatkan agar
kita tidak pernah *Lalai*.
Itulah *Sedulur*.
Sedulurku, meskipun tidak
sering *BERTEMU* , tapi...
selalu *DIINGAT* ,
Itulah *Sedulur*
*Marilah, kita bangun
*SEDULURAN* dengan penuh
*keikhlasan*..
*SELAMAT BERIBADAH DI MINGGU TERAKHIR RAMADHAN SEDULURKU, SEMOGA AMPUNAN , MAGHFIRO TERCURAH KEPADA KITA SEMUA DAN DIBERIKAN KESEMPATAN UNTUK BERTEMU KEMBALI RAMADHAN TAHUN DEPAN, MOHON DIMAAFKAN SEMUA SALAH DAN KHILAF KAMI🙏🏼🙏🏼🙏🏼🙏🏼🙏🏼🙏🏼*
🙋🏻♂🙋🏻♀
INTERMEZO sbg tambahan biar nggak penat pikiran
*_YANG PENTING YAKIN_*
_*Bejo:* "KYAI .. Bagaimana ini hidup saya kok semrawut...?"_
_*Kyai:* " NIKAH...!"_
_*Bejo:* "Siap KYAI ..."_
_1 tahun kemudian. Si santri sowan sambil bawa istri nya._
_*Bejo:* "Kok masih semrawut kyai .....??_
_*Kyai:* " NIKAH MANEH ...!!!"_
_*Bejo:* "Siap KYAI ..."_
_2 tahun kemudian sang santri sowan lagi dengan 2 istri dan 2 anaknya._
_*Bejo:* " Mohon maaf KYAI kok malah tambah semrawut ini ...?"_
_*Kyai:* "NIKAH MANEH ....!!!"_
_*Bejo:* "Siap KYAI saya laksanakan ..."_
_3 tahun kemudian sang santri sowan lagi dengan 3 istri dan 3 anaknya._
_*Bejo:* "Mohon maaf KYAI ini kok malah tambah parah semrawute ?_
_*Kyai:* "NIKAH MANEEEH ..."_
_*Bejo:* "Siap laksanakan KYAI "_
_4 tahun kemudian si santri sowan lagi betsama ke 4 istri di bawa semua, jumlah anak 4_
_*Bejo:* "Alhamdullilah KYAI , saya datang kesini kembali dengan ISTRI empat anak empat sekarang bawa Mobil *ALPHARD....*_
_*Kyai:* "LO KOK BISA Bagaimana cerita nya ...?(KYAI heran)_
_*Bejo:* "Setelah nikah yang ke 4 keluarga semrawut parah , istri2 musyawarah; bagaimana caranya bisa maju, akhirnya istri bikin usaha sendiri sendiri. Ada usaha *catering,* ada buka *percetakan, dll* KYAI; Alhamdulillah sekarang saya bisa bikin rumah empat dan beli Mobil *ALPHARD..*_
_Kyai manggut manggut sambil ketawa ..._ ☺😆
_*Bejo:* "Kyai... Mohon maaf sekarang punya Mobil apa ?"_
_*Kyai:* "Suzuki Cery Bagong tahun 86, Ada apa ...?"_
_*Bejo:* "Nikah lagi ... kyai!!!"_
_*Kyai:* "Huuussssss...!!!! Aku wes tuek ... Wes gak Kuwat" bhen admin Karo seng Moco status iki wae seng nyobak kawin maneh !!!_
😀😄
Selamat menjalankan ibadah puasa.....👍
Saturday, June 9, 2018
Yuk berzakat
Membayar zakat fitrah dengan uang, menurut Syafi’iyyah tidak diperbolehkan, sedangkan menurut Hanafiyyah diperbolehkan.
Catatan Penting : Berpijak pada pendapat yang memperbolehkan pembayaran zakat fitrah dengan uang (yakni hanya Hanafiyah) maka menurut kalangan ini, mengenai kadar uang yang dikeluarkan adalah disesuaikan nilai / harga bahan-bahan makanan yang manshush (disebutkan secara eksplisit dalam hadis) sebagai zakat fitrah, yakni :
1 sho’ tamr / kurma, atau
1 sho’ gandum sya’ir, atau
½ sho’ zabib / anggur, atau
½ sho’ gandum burr
Yang kesemuanya mengacu pada nilai harga saat mulai terkena beban kewajiban (waqtul wujub).
ZAKAT FITRAH DENGAN UANG SERTA UKURAN SHO’
Tiga madzhab sependapat bahwa tidak boleh zakat fitrah dengan uang. Madzhab hanafi memperbolehkan zakat fitrah dengan uang, namun harus seharga satu sho gandum, kurma, atau anggur kering (jenis-jenis fitrah yang tertera dalam hadits, bukan seharga satu sho’ makanan pokok). Ada pendapat dari kalangan Malikiyah yang memperbolehkan zakat fitrah dengan uang (seharga satu sho’ makanan pokok) namun makruh.
Perlu diketahui, pada umumnya masyarakat menilai mud dan sho’ dengan ukuran berat jenis suatu barang. Hal ini kurang tepat mengingat bahwa ukuran mud dan sho’ itu adalah takaran. Yang benar ukuran mud dan sho’ itu adalah memakai volume.
~ satu mud versi Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Malik = 0,766 lt / kubus berukuran kurang lebih 9,2 cm.
~ satu sho’ versi imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Malik = 3,145 lt / kubus berukuran kurang lebih 14,65 cm.
Bila dikonversi ke dalam bentuk berat jenis, maka hasilnya bisa berbeda tergantung dari kadar air benda yang kita timbang. KH. Ma’shum bin Ali Jombang pernah menimbang beras dari takaran mud dan sho’ yang beliau miliki, dan diketahui bahwa;
~ satu mud mud beras putih = 679,79 gr.
~ satu sho’ beras putih = 2719,19 gr.
Referensi :
·Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab VI/113
·Tarsyih al-Mustafîdîn, 154
·Al-Mughni li Ibn Qudâmah II/357
·Radd al-Mukhtâr II/286
·Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah XX/243
·Al-Inâyah Syarh al-Hidâyah III/245
·Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuh II/909
Kenapa dalam madzhab Syafi'i tidak diperbolehkan mengeluarkan zakat dengan qimah ? Berikut jawaban dan paparan Imam Ghazali dalam kitab Ihya juz I halaman 213 dalam fasal :
في الأداء وشروطه الباطنة والظاهرة
والقسم الثالث: هو المركب الذي يقصد منه الأمران جميعاً وهو حظ العباد وامتحان المكلف بالاستعباد، فيجتمع فيه تعبد رمي الجمار وحظ رد الحقوق فهذا قسم في نفسه معقول، فإن ورد الشرع به وجب الجمع بين المعنيين
ولا ينبغي أن ينسى أدق المعنيين وهو التعبد والاسترقاق بسبب أجلاهما، ولعل الأدق هو الأهم والزكاة من هذا القبيل
ولم ينتبه له غير الشافعي رضي الله عنه فحظ الفقير مقصود في سد الخلة وهو جلي سابق إلى الأفهام وحق التعبد في اتباع التفاصيل مقصود للشرع. وباعتباره صارت الزكاة قرينة للصلاة والحج في كونها من مباني الإسلام.
ولاشك في أن على المكلف تعباً في تمييز أجناس ماله وإخراج حصة كل مال من نوعه وجنسه وصفته. ثم توزيعه على الأصناف الثمانية كما سيأتي. والتساهل فيه غير قادح في حظ الفقير لكنه قادح في التعبد
(الثالث) من الامور الخمس (ان لا يخرج بدلا) فى الزكاة (باعتبار القيمة) الوارد فى الحديث (المنصوص عليه) فلا يجزئ ورق) اي فضة بدلا (عن ذهب)اذا وجبت فيه (ولا ذهبا) بدلا (عن ورق) اذا وجبت فيه (وان زاد عليه فى القيمة) كما فى الهدايا والضحايا لان الشرع اوجب علينا والواجب ما لا يسع تركه ومتى ساغ غيره وسعه تركه فلا يكون واجبا وبه قال مالك واحمد وفال اصحابنا يجوز دفع القيمة فى الزكاة والكفارة وصدقة الفطر والعشر والخراج والنذر لان الامر بالاداء الى الفقير ايجاب للرزق الموعود فصار كالجزية بخلاف الهدايا والضحايا فإن المستحق فيه إراقة الدم وهى لا تعقل ووجه القربة فى المتنازع فيه سد خلة المحتاج وهو معقول اهـ، اتحاف السادات المتقين (الحنفية) ج 4 ص 94
***
)مسئلة) ان اخرج قيمة الصاع دراهم او ذهبا فانه يجزئ مع الكراهة كما قال الدردير في فصل مصرف الزكاة من اقرب المسالك الا العين عن حرث وماشية بالقيمة فتجزئ بكره وهذا شامل لزكاة الفطر اهـ وفي حاشية الصاوي في فصل زكاة الفطر نقلا عن تقرير الدردير انه ان اخرج قيمة الصاع عينا فالأظهر الإجزاء لأنه يسهل بالعين سد خلته في ذلك اليوم اهـ قرة العين بفتاوي علماء الحرمين (المالكية)/ 76
***
(أَوْ) دَفَعَ (جِنْسًا) مِمَّا فِيهِ الزَّكَاةُ (عَنْ غَيْرِهِ): مِمَّا فِيهِ زَكَاةٌ ; لَمْ تُجْزِئْهُ كَأَنْ دَفَعَ مَاشِيَةً عَنْ حَرْثٍ أَوْ عَكْسِهِ. وَمُرَادُهُ بِالْجِنْسِ: مَا يَشْمَلُ الصِّنْفَ ; فَلا يُجْزِئُ تَمْرٌ عَنْ زَبِيبٍ وَلا عَكْسُهُ. وَلا شَيْءٌ مِنْ الْقَطَّانِي عَنْ آخَرَ, وَلا زَيْتُ ذِي زَيْتٍ عَنْ آخَرَ, وَلا شَعِيرٌ عَنْ قَمْحٍ أَوْ سُلْتٍ أَوْ ذُرَةٍ أَوْ أُرْزٍ. (إلا الْعَيْنَ) ذَهَبًا أَوْ فِضَّةً يُخْرِجُهَا (عَنْ حَرْثٍ وَمَاشِيَةٍ) بِالْقِيمَةِ (فَتُجْزِئُ بِكُرْهٍ) أَيْ مَعَ كَرَاهَةٍ وَهَذَا شَامِلٌ لِزَكَاةِ الْفِطْرِ اهـ الشرح الصغير على أقرب المسالك، 1/581
***
فَيَتَعَيَّنُ الإِخْرَاجُ مِمَّا غَلَبَ الاقْتِيَاتُ مِنْهُ مِنْ هَذِهِ الأَصْنَافِ التِّسْعَةِ, فَلا يُجْزِئُ الإِخْرَاجُ مِنْ غَيْرِهَا ولا منها إن قتيت غيره منها إلا أن يخرج الأحسن؛ كما لو غلب اقتيات الشعير فأخرج قمحاً اهـ، الشرح الصغير على أقرب المسالك (المالكية)، 1/672
***
قَوْلُهُ: [ فَلا يُجْزِئُ الإِخْرَاجُ مِنْ غَيْرِهَا ]: أَيْ إذَا لَمْ يَكُنْ ذَلِكَ الْغَيْرُ عَيْنًا، وَإِلا فَالأَظْهَرُ الإِجْزَاءُ لأَنَّهُ يَسْهُلُ بِالْعَيْنِ سَدُّ خَلَّتِهِ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ اهـ، حاشية الصاوي على الشرح الصغير(المالكية)، 1/682
***
واتفق الائمة أنه لا يجوز إخراج القيمة في الفطرة في غير ما تقدم الا أبا حنيفة فقال يجوز بل هو أفضل في السعة، أما في الشدة فدفع العين أفضلز والتفقوا على أن الواجب صاع الا الحنفية فيجزئ عندهم من الزبيب نصف صاع، وكذلك البر ودقيقه وسويقه اهـ، فتح العلام بشرح مشيد الانام (الشافعية)، 3/302
***
( مسألة ) لا تجزئ القيمة في الفطرة عندنا . وبه قال مالك وأحمد وابن المنذر . وقال أبو حنيفة يجوز حكاه ابن المنذر عن الحسن البصري وعمر بن عبد العزيز والثوري قال وقال إسحاق وأبو ثور لا تجزئ إلا عند الضرورة اهـ المجموع شرح المهذب (الشافعية) الجزء السادس ص: 113
***
( 1966 ) مسألة : قال : ( ومن أعطى القيمة لم تجزئه ) قال أبو داود قيل لأحمد وأنا أسمع أعطي دراهم يعني في صدقة الفطر قال أخاف أن لا يجزئه خلاف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم . وقال أبو طالب , قال لي أحمد لا يعطي قيمته , قيل له : قوم يقولون , عمر بن عبد العزيز كان يأخذ بالقيمة , قال يدعون قول رسول الله صلى الله عليه وسلم ويقولون قال فلان , قال ابن عمر : فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم . وقال الله تعالى “أطيعوا الله وأطيعوا الرسول”. وقال قوم يردون السنن قال فلان قال فلان . وظاهر مذهبه أنه لا يجزئه إخراج القيمة في شيء من الزكوات . وبه قال مالك والشافعي وقال الثوري وأبو حنيفة يجوز . وقد روي ذلك عن عمر بن عبد العزيز والحسن وقد روي عن أحمد مثل قولهم فيما عدا الفطرة اهـ، المغني لابن قدامة (الحنابلة) الجزء الثاني ص: 357
Berikut ini ta’bir mengenai uang dalam madzahab maliki yang hukumnya sama dengan dirham, dinar, emas atau perak.
وَاعْلَمْ أَنَّ الْفُلُوسَ الْجُدُدَ هُنَا كَالْعَيْنِ فَلا يَجُوزُ سَلَمُ بَعْضِهَا فِي بَعْضٍ، حاشية الصاوي على الشرح الصغير(المالكية)، 3/261
***
قلت: ما قول مالك فيمن أسلم فلوساً في طعام؟ قال: لا بأس بذلك . قلت : ما قول مالك فيمن أسلم طعاماً في فلوس؟ قال: قال مالك: لا بأس بذلك. قلت : فإن أسلم دراهم في فلوس؟ قال: قال مالك: لا يصلح ذلك. قلت : وكذلك الدنانير إذا أسلمها في الفلوس؟ قال: نعم لا يصلح عند مالك. قلت : وكذلك لو باع فلوساً بدراهم إلى أجل وبدنانير إلى أجل لم يصلح ذلك؟ قال: نعم. قلت : لم؟ قال: لأن الفلوس عين ولأن هذا صرف اهـ، المدونة الكبرى(المالكية)، 9/19
Wallahu a’lam bisshowab. [Mbah Jenggot II, Abdullah Afif, Nur Hasyim S. Anam].
Link Sumber :
www.lbm.lirboyo.net/zakat-fitrah-dengan-uang/
www.fb.com/groups/piss.ktb/452970431392437
Sumber: http://www.piss-ktb.com/2012/07/1720-hukum-membayar-zakat-fitrah-dengan.html
Terimakasih, tetap mencantumkan sumber kutipan.
*ZAKAT FITRAH PAKE UANG*
1. Menurut mayoritas fuqoha (termasuk Mazhab Syafi'i) zakat fitrah dg uang tdk sah, karena Hadits menyatakan zakat fitrah harus dg makanan pokok regional, tdk ada pernyataan dg bayar uang
*2. Mazhab Hanafi membolehkan bayar zakat fitrah dg uang,* karena lebih jelas tuk menutupi kebutuhan fakir miskin.
3. Boleh taqlid (mengikuti) Mazhab Hanafi bayar zakat fitrah dg uang jika memang itu lebih bermanfaat bagi fakir miskin
4. Syarat taqlid Mazhab lain tdk terjadi talfiq (mencampur aduk pendapat mazhab2 sehingga tdk sah menurut masing-masing mazhab).
Artinya, dia harus konsisten dg aturan mazhab yg ditaqlidi dlm kasus ini, sehingga dia membayar harga satu sho' dlm ukuran Mazhab Hanafi, bukan harga satu sho' ukuran Mazhab jumhur:
_*1 sho' menurut jumhur adalah 4 mud = 5.3 rithl = 2400 gr / 2.4 kg. makanan pokok regional._
*_1 sho' menurut Mazhab Hanafi adalah 8 rithl = 3800 gr / 3.8 kg. bahan makanan selain hinthoh (gandum)._
_--> Dan cukup dg harga 0.5 sho' hinthoh (gandum) atau 1900 gr. / 1.9 kg._
_*Mazhab Hanafi berpatokan dg hadits Tsa'labah, Rosululloh ﷺ berkhutbah dan berkata, "Bayarkan zakat fitrah untuk orang merdeka dan hamba sahaya setengah sho' gandum, atau 1 sho' kurma atau 1 sho' syair (jelai = baca: sebangsa beras)". [HR. Abu Dawud]*_
#Bagi yg membayar zakat fitrah dg uang harus mengikuti ukuran dlm mazhab Hanafi.
```1. Gandum @ kg = 20.000 x 1,9 kg = Rp. 38.000```
```2. Jelai / beras super @ kg = 12.000 x 3,8 kg = *Rp.45.600*
*Redaksi / Dasar Hukum Kitab I'anah at-Tholibin Juz 2, hal. 195.*
==============================
*حكم اخراج القيمة في زكاة الفطر*
١_ لا يجزيء اخراج القيمة على مذهب الجمهور (ومنهم الشافعية)، لأن الحديث الشريف نص على قوت البلد ولم ينص على القيمة.
٢_ اجاز الحنفية اخراج القيمة فإنه يحصل بها اغناء الفقير.
٣_ للمقلد تقليد مذهب الحنفية في اخراج القيمة إن كانت هناك مصلحة للفقير.
٤_ من شروط تقليد المذهب الآخر عدم التلفيق، بمعنى:
أن يلتزم بضوابط المذهب الذي يقلده في المسألة، فيخرج قيمة مقدار الصاع عند الأحناف، ولا يخرج قيمة مقدار الصاع في مذهب الجمهور.
مقدار الصاع عند الجمهور = أربعة أمداد= ٥ وثلث ارطال = ٢٤٠٠ غم تقريباً.
مقدار الصاع عند الحنفية = ٨ ارطال = ٣٨٠٠ غم.
ويكفي من الحنطة نصف صاع (١٩٠٠ غم) ومن باقي الأصناف صاع (٣٨٠٠ غم).
لحديث ثعلبة العذري أنه قال: خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: «أدوا عن كل حر وعبد نصف صاع من بر، أو صاعاً من تمر، أو صاعاً من شعير» [رواه أبو داود].
#الحاصل: من اراد اخراج القيمة تقليداً لمذهب السادة الحنفية فاليلتزم بمقادير مذهبهم.
والله أعلم...
إعانة الطالبين، ج ٢ ، ص : ١٩٥.
الفقه الإسلامي وادلته.
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
romadlon,
Tausyiyah
Friday, June 8, 2018
Hikmah romadlon
SHOLAT KAFFAROH PD JUM'AT TERAKHIR BULAN ROMADLON:
========
Shalat kaffaroh??
Bahwa Bersabda Rasulullah SAW : " Barangsiapa selama hidupnya pernah meninggalkan sholat tetapi tak dapat menghitung jumlahnya, maka sholatlah di hari Jum'at terakhir bulan Ramadhan sebanyak 4 rakaat dengan 1x tasyahud (tasyahud akhir saja, tanpa tasyahud awal), tiap rakaat membaca 1 kali Fatihah kemudian surat Al-Qadar 15 X dan surat Al-Kautsar 15 X .
Niatnya: ” Nawaitu Usholli arba’a raka’atin kafaratan limaa faatanii minash-shalati lillaahi ta’alaa”
Sayidina Abu Bakar ra. berkata
"Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Sholat tersebut sebagai kafaroh (pengganti) sholat 400 tahun dan menurut Sayidina Ali ra. sholat tersebut sebagai kafaroh 1000 tahun. Maka bertanyalah sahabat : umur manusia itu hanya 60 tahun atau 100 tahun, lalu untuk siapa kelebihannya ?". Rasulullah SAW menjawab, "Untuk kedua orangtuanya, untuk istrinya, untuk anaknya dan untuk sanak familinya serta orang-orang yang didekatnya/ lingkungannya."
Setelah selesai Sholat membaca Istigfar 10 x :
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعِظِيْمِ الَّذِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَ أتُبُوْا إِلَيْكَ
Kemudian baca sholawat 100 x :
اللَّهُمَّ صَلِّّ عَلَى سَيِّدِنَا محمّد
Kemudian menbaca basmalah, hamdalah dan syahadat
Kemudian membaca Doa kafaroh 3x :
اَللَّهُمَّ يَا مَنْ لاَ تَنْفَعُكَ طَاعَتِيْ وَلاَ تَضُرُّكَ مَعْصِيَتِيْ تَقَبَّلْ مِنِّيْ مَا لاَ تَنْفَعُكَ وَاغْفِرْ لِيْ مَا وَلاَ تَضُرُّكَ يَا مَنْ إِذَا وَعَدَ وَفَا وَ إِذَا تَوَعِدُ تَجَاوَزَ وَعَفَا اِغْفِرْ لِيْ لِعَبْدٍ ظَلَمَ نَفْسَهُ وَأَسْأَلُكَ اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ بَطْرِ اْلغِنَى وَجَهْدِ اْلفَقْرِ إِلَهِيْخَلَقْتَنِيْ وَلَمْ أَكُنْ شَيْئًاً وَرَزَقْتَنِيْ وَلَمْ اَكُنْ شَيْئاً وَارْتَكَبْتُ اْلمَعَاصِيْ فَإِنِّيْ مُقِرٌّ لَكَ بِذُنُوبِيْ فَإِنْ عَفََوْتَ عَنِّيْ فَلاَ يَنْقُصُ مِنْ مُلْكِكَ شَيْئاً وَإِنْ عَذَبْتَنِيْ فَلاَ يَزِدُ فِيْ سُلْطَاِنكَ شيئاً اَللَّهُمَّ إِنَّكَ تَجِدُ مَنْ تُعَذِّبُهُ غَيْرِي لَكِنِّيْ لاَ أَجِدُ مَنْ يَرْحَمْنِيْسِوَاكَ فَاغْفِرْ لِيْ مَا بَيْنِيْ وَبَيْنَكَ وَمَا بَيْنَ خَلْقِكَ اِرْحَمْنِيْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَيَا رَجَاءَ السّائِلِيْنَ وَيَا أَمَانَ اْلخَائِفِيْنَ إِرْحَمْنِيْ بِِرَحْمَتِكَ الْوَاسِعَةَ أَنْتَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَاَلمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ ِللْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَتَابِعِ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ ربّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ أَنْتَ خَيْرُالرَّاحِمِيْنَ وصل الله على سيّدنا محمّد وعلى ألِهِ وصحبه وسلّم تسليمًا كثيرًا والحمد لله ربّ العالمين. أمين.
Diambil dari kitab “Majmu’atul Mubarakah”, susunan Syekh Muhammad Shodiq Al-Qahhawi.
(oleh: Habib Munzir al-Musawa dan dari berbagai sumber lain.)
Waktu : Yaitu, shalat sunnah kafarat yang hanya kesempatannya di hari Jumat akhir Ramadhan batasnya antara waktu dhuha dan Ashar.
📚Al-Haddad🖌
http://wwwahamid.blogspot.co.id/2017/06/sholat-kaffaroh-dilaksanakan-jumat.html
Kami ulang lagi ya biar gak scroll ke atas....
Kesempatan untuk mengerjakannya hanya 1x dalam setahun saja, yaitu SETELAH SHOLAT MAGRIB Pada MALAM JUMAT Terakhir dibulan Ramadhan, besok pada hari kamis malam jum'at tgl 07 juni 2018 atau bisa juga di lakukan pada Hari jum'atnya, Batas waktunya sampai sebelum Sholat Ashar di hari jum'at.
Sabda Baginda Nabi Muhammad Saw :
"Barang siapa yang selama hidupnya pernah meninggalkan sholat, tapi tidak dapat menghitung jumlahnya, maka sholatlah dihari jum'at terakhir bulan ramadhan sebanyak 4 rok'at dgn 1x tasyahud akhir, tiap roka'at membaca surat Alfatihah 1x, surat Alqodar15x (innaa anzalnaahu fiilailatil qodr seterusnya), surat Alfatihah 1x surat Alkautsar15x (innaa a'thoinaakalkautsar).
Ada juga yang mengatakan Setiap 1 Rakaat Baca Alfatihah 1 kali + Al Qadr 15 kali + Al kautsar 15 kali.
Sahabat sayyidina Abu Bakar Shiddiq Ra berkata : Aku mendengar baginda Rosululloh bersabda, bahwa sholat tersebut sebagai kafarot/pengganti sholat 400 thn.
Mnurut sahabat sayyidina Ali Krw: Sholat tersebut sebagai kafarot 1000 thn.
Maka bertanyalah sahabat : Umur manusia itu hanya 60thn/100thn, lalu untuk siapa kelebihannya? Baginda Rosul Saw menjawab : Untuk kedua orang tuanya, istrinya, anak2nya, sanakfamilinya, serta orang2 sekeliling masyarakat dilingkungnnya.
Niat sholatnya :
نويت اصلى كفارة لّما فاتنى من الصلاة لله تعالى
NAWAITU USHOLLI KAFFAAROTAL LIMAA FAATANI MINASSOLAATI LILLAAHI TA'AALAA
♦Setelah selesai Sholat membaca Istigfar 10x :
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعِظِيْمِ الَّذِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَ أتُوبُ إِلٙيهِ
♦Kemudian baca sholawat 100 x terserah mau sholawat apa saja, Shollallooh 'Alaa Muhammad atau yang lain-lainnya.
♦Kemudian Do'a khusus ini di baca 3x:
اَللَّهُمَّ يَا مَنْ لاَ تَنْفَعُكَ طَاعَتِيْ وَلاَ تَضُرُّكَ مَعْصِيَتِيْ تَقَبَّلْ مِنِّيْ مَا لاَ تَنْفَعُكَ وَاغْفِرْ لِيْ مَا وَلاَ تَضُرُّكَ يَا مَنْ إِذَا وَعَدَ وَفَا وَ إِذَا تَوَعّٙدٙ تَجَاوَزَ وَعَفَا اِغْفِرْ لِيْ لِعَبْدٍ ظَلَمَ نَفْسَهُ وَأَسْأَلُكَ اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ بَطْرِ اْلغِنَى وَجَهْدِ اْلفَقْرِ إِلَهِيْ خَلَقْتَنِيْ وَلَمْ أَكُنْ شَيْئًاً وَرَزَقْتَنِيْ وَلَمْ اَكُنْ شَيْئاً وَارْتَكَبْتُ اْلمَعَاصِيْ فَإِنِّيْ مُقِرٌّ لَكَ بِذُنُوبِيْ فَإِنْ عَفََوْتَ عَنِّيْ فَلاَ يَنْقُصُ مِنْ مُلْكِكَ شَيْئاً وَإِنْ عَذَبْتَنِيْ فَلاَ يَزِدُ فِيْ سُلْطَاِنكَ شيئاً اَللَّهُمَّ إِنَّكَ تَجِدُ مَنْ تُعَذِّبُهُ غَيْرِي لَكِنِّيْ لاَ أَجِدُ مَنْ يَرْحَمْنِي ْسِوَاكَ فَاغْفِرْ لِيْ مَا بَيْنِيْ وَبَيْنَكَ وَمَا بَيْنَ خَلْقِكَ اِرْحَمْنِيْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَيَا رَجَاءَ السّائِلِيْنَ وَيَا أَمَانَ اْلخَائِفِيْنَ إِرْحَمْنِيْ بِِرَحْمَتِكَ الْوَاسِعَةَ أَنْتَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَاَلمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ ِللْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَتَابِعِ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ ربّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ أَنْتَ خَيْرُالرَّاحِمِيْنَ وصل الله على سيّدنا محمّد وعلى ألِهِ وصحبه وسلّم تسليمًا كثيرًا والحمد لله ربّ العالمين. أمين
Alloohumma Yaa Man laa tanfa'uka tho'atii, walaa tadhurruka ma'shiyyatii, taqobbal minnii maa laa yan fa'uka, waghfirlii maa laa yadhurruka, yaa man idzaa wa'ada wa fii wa idzaa ta wa'ada tajaa wa za wa'afaa ighfirli 'abdin zhoolama nafsahu wa as'aluka, alloohumma innii a'uudzubika min bathril ghinaa wajahdil faqri, ilaahii kholaqtanii walam aku syai'un, warozaqtanii walam aku syai'an, wartakabtu alma'aashii fa innii mukiirullaka bidzunuubii. Fa in 'afauta 'annii, falaa yanqushu min mulkika syai'an, wa in adzdzabtanii falaa yaziidu fii sulthonika syai'an, ilaahii anta tajidu man tu'adzdzubuhu ghoirii, wa anaa laa ajidu man yarhamanii ghoiroka, faghfirlii maa bainii wabainaka, waghfirlii maa bainii wabaina kholqika, yaa arhamarroohimiin, wayaa rojaa'a saa iliin, wayaa amaanal khoo-ifiina irhamnii birohmatikal waasi'aati, anta arhamurroohimiin, yaa robbal 'aalamiin.
♦Do'a yang kedua : Alloohummaghfir lilmu'miniina walmu'minaat, walmuslimiina walmuslimaat, wataabi'bainanaa wabainahum bilkhoiroti robbighfir war ham wa anta khoirur roohimiin, Washollalloohu 'alaa saiyyidinaa Muhammadin wa'alaa aalihi washohbihii wasallama tasliiman katsiiron. Aamiin...3x
.
Keterangan: SUMBER PENGUAT
1. DARI KITAB FAFIRRUU ILALLOOH
2. DARI KITAB MAJMU'ATUL MUBAROKAH SUSUNAN SYAIKH MUHAMMAD SHODIQ ALQOHHAWI.
3. AL IMAM AL HAFIDZ ALMUSNIDZ SYAIKH ABU BAKAR BIN SALIM ROHIMAHULLOOHU ANHU.
4. HABIB QUREISY BIN QOSIM BIN AHMAD BAHARUN.
5. HABIB UMAR BIN HAFIDZ.
6. HABIB LUTFI BIN ALI BIN HASYIM BIN YAHYA PEKALONGAN.
7. SYAIKH MUHAMMAD FATKHURROHMAN THOYIB ALGARWANY.
8. Adat satu daerah di Hadramaut yg bernama Inat melakukan amaliyah tsb sejak zaman imam Syech Abu Bakr bin Salim (yaitu sumber ajdad habaib bangsa Al-Muhdhor, bin Syech Abi Bakr, Al Hamid dll) dan mereka mentakliqkan niatnya pada niatnya Syech Abi Bakr.
DAN PARA ULAMA' SUFI PENGAMAL SOLAT KAFAROT LAINYA, YG BELUM BISA KAMI SEBUTKAN SATU PERSATU NAMANYA, SEMOGA KEBERKAHAN ILMU BELIAU2 LUMEBER KEPADA KITA SEMUA.....AAAMIIN.
Bnyak request u hikmah special buat kaum adam
InsyaAllah doain ana bisa buat yg sesuai harapan para rijal
Besok besok ya InsyaAllah
Plus akan kami share GERAKAN TAUBAT BERJAMAAH
Sekedar info....
Apresiasi Ambulan Program Koin NU, Robikin Emhas: Small is Great!
JOGJA - Sebanyak 20 ambulan dari seluruh MWC NU Se-Kabupaten Bantul berjejer rapi.
Ambulance dengan telepon empat angka terakhir 1926 ini dibeli dari hasil *Program Koin NU*. "Ini bukti small is great," tandas *Ketua PBNU Robikin Emhas* mengapresiasi prestasi luar biasa ini.
Robikin menyampaikan apresiasi yang luar biasa untuk para pejuang NU itu. Mereka telah sukses berkhidmat pada umat dengan menyediakan ambulan gratis.
Mobil ambulan itu pun benar-benar swadaya nahdliyin lewat program Koin NU. "Kinerja PCNU Bantul dan MWC NU se-Bantul harus diapresiasi. Bahkan layak diteladani," tandasnya.
Keberhasilan MWC se-Kabupaten Bantul itu tampak dalam apel 20 ambulan gratis PCNU Bantul dan 20 crew SAG (Sopir Ambulance Gratis). Mereka mengikuti apel persiapan PAM Lebaran atas undangan Dinkes Bantul hari ini.
Ke-20 ambulan ini dibeli dari uang KOIN 1997/8. Tanpa sponsor. Keberadaan mereka kini sudah menjadi pemandangan umum di Rumah Sakit se-Jogyakarta.
"Mereka memberi pelayanan penuh dan setukus hati. Ini sebagai wujud tekat menjadikan keselamatan jiwa raga kaum Nahdliyin sebagai prioritas," ujar Robikin yang juga pengacara senior ini.
Karenanya kinerja PCNU dan MWC NU se-Bantul sangat dipresiasi PBNU. Mereka sukses menjadi program *Koin NU* menjadi sangat bermanfaat. "Uang receh adalah sesuatu. Sesuatu jika kita tahu artinya dan paham cara mengelola dan memberdayakannya," tutur *Ketua PBNU Robikin Emhas*. (*)
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
romadlon,
Tausyiyah
Thursday, June 7, 2018
Ikatan erat
aku sudah mengencangkan ikatan di ingatanku
agar ia tak pergi-pergi lagi pada masalalu
tapi seringnya ikatan itu kembali terbuka
oleh keinginan tak tertahankan
kau juga selalu mengetuk pintu tempatku tidur
jika aku tak membukanya,
engkau masuk lewat lubang kunci sebagai seseorang
yang kukarang-karang sendiri
membukakan ikatan yang memang
sudah melonggar mata simpulnya
aku selalu tak berhasil membendung rekaman itu kembali terputar
aku lalu tak bisa pergi dan dipaksa diam
menyaksikan apa-apa yang ditayangkannya
Dan saya menemukan kebuntuan mau nulis apa. Begini nih kalau enggak ada persiapan. Lalu sebelum nulis jurnal tiba-tiba ada dorongan aja buat nulis pupuisian.
Awalnya memang mau menjadikan puisi itu sebagai postingan biasa, bukan jurnal. Tapi sambil nyari bahan apa yang mau dituliskan, saya bingung sendiri. Ya, sudah deh, puisi tadi saya jadiin jurnal saja.
Namanya juga jurnal pribadi, tidak ada ketentuan khusus selain semau penulisnya. Ya, tapi saya juga sebisa mungkin tetap mempertimbangkan ada unsur kebaikan pada setiap tulisan yang ditulis.
Yang terpenting, sebisa mungkin setiap hari ada yang disetorkan di tumblr ini. Project jurnal ilmyah saya memang berbasis di sini. Adapun di instagram hanya sebagai media publikasi saja. Komitmen nulis ini saya dibuat antara saya dan diri sendiri. Ketika ada pembaca yang merasa terpapar manfaatnya, ya itu alhamdulillah, sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui.
Ternyata bertempur dengan diri sendiri memang sulitnya minta ampun. Makanya betul sekali perkataan Rasulullah bahwa jihad akbar adalah jihad melawan nafsu yang bercokol di dalam diri kita.
Semoga besok-besok jurnalnya bisa lebih baik lagi dan melalui proses persiapan yang matang
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
romadlon,
Tausyiyah
Wednesday, June 6, 2018
Rasa peduli
Suatu saat (30 Agustus 2014) saya diajak Jiva (teman satu kosan dan jurusan juga angkatan) untuk mencoba berbagi nasi lewat komunitas dengan nama yang sama dengan aktivitasnya, yaitu berbagi nasi. Mungkin sebelumnya dia sudah mencari informasi terlebih dulu dari twitter gerakan ini.
Setelah mendengar sekilas penuturan tentang apa yang dilakukan berbagi nasi, bagaimana untuk ikut kegiatannya, dan siapa sasarannya, saya cukup tertarik juga untuk ikut. Waktu itu gairah saya untuk terlibat di aktivitas beramal masih sangat biasa kalau tak dibilang apatis atas perkara-perkara semacam itu. Tapi keinginan untuk menceburkan diri di dalamnya mulai sedikit tumbuh.
Dulu acaranya masih seminggu dua kali, yaitu tiap malam Jum’at dan malam minggu. Setahu saya, sekarang mah jadi malam minggu saja (kalau enggak salah). Waktu itu ketika kami masih kuliah tingkat 3 dan kosan masih di Cilimus, Al-Huda, kami pertama kali mencoba melatih urat peduli kami agar tidak kaku.
Saya mengeluarkan modal 20 ribu pun Jiva, untuk kemudian dibelikan 4 bungkus nasi dari Warteg Mughni yang terkenal dengan harganya yang murah. Berarti total ada 8 nasi bungkus yang siap kami berikan kepada calon penerima rezeki malam itu. Padahal tanpa membawa nasi pun di lokasi titik kumpul sudah tersedia ratusan nasi lengkap dengan lauknya yang siap disebar. Konon aktivitas berbagi ini tak pernah sepi dari donatur yang menyisihkan sebagian rezekinya untuk dibelikan nasi-nasi yang selanjutnya akan dibagi-bagi secara cuma.
Meeting point sebelum pergi melancarkan misi berbagi nasi, para relawan berlokasi di depan bank Danamon dekat kantor Balai Kota. Atau kalau dari BIP tinggal jalan terus beberapa puluh meter ke arah selatan. Biasanya orang-orangnya yang lalu dijuluki pejuang nasi kumpul sekitar jam 9-an kurang lebih. Jam 10 malam setelah sebelumnya diadakan briefing yang berisi penjelasan bagi pejuang nasi yang baru tentang gambaran teknis pembagian nasi. Untuk kelancaran dan keberkahan, tak lupa do’a pun dipanjatkan dengan dipimpin satu orang.
image
Sambil menanti jalannya misi berbagi, para pejuang biasanya berkenalan satu sama lain. Dari perkenalan itu pula saya bisa tahu kalau mereka yang ikut berbagi nasi ternyata beragam latar belakang profesi dan kesibukan. Ada mahasiswa (dari berbagai kampus), pekerja yang sedang pulang (dulu pas saya ikut, ada yang kerja di Bogor, Bekasi dan sekitarnya), dan mungkin juga ada dari kalangan pelajar. Mereka merasa terpanggil untuk terlibat dalam gerakan positif ini dan tentu dengan dorongan yang berbeda-beda antara satu sama lain.
. . .
Jalur sutra untuk membagi-bagikan nasi start dari halaman depan Bank Danamon, lalu ke jalan Cibadak, sekitaran Asia-Afrika, selanjutnya kawasan Pasar Baru dan berakhir di tempat semula. Nasi sepaket dengan lauk pauk serta air minumnya diangkut dengan mobil. Sementara kami yang menggunakan motor berkonvoi ria membelah jalan-jalan kota kembang.
Saat saya pertama kali ikut, lokasi pertama untuk membagikan nasi adalah di bawah jembatan dekat alun-alun. Itu lho yang ada tulisan ayah Pidi Baiq tentang Bandung. Waktu itu di sana banyak sekali orang yang berdiam diri. Entahlah, mungkin juga tidur di sana karena tidak punya tempat tinggal.
image
Mengetahui ada teman-teman dari berbagi nasi, mereka langsung berkerubut seolah semut yang sesegera mungkin berkumpul tatkala ada yang serba manis. Pertama kali saya menawari ibu-bapak yang tak punya rumah itu masing-masing satu bungkus nasi, perasaan saya campur aduk. Mereka terlihat begitu gembira. Seperti anak kecil yang dibelikan mainan oleh ayahnya. Girang tak terkira.
Ternyata wajah Bandung yang di siang hari begitu cantik dengan pesona wisata belanja dan kuliner yang hampir tak pernah mati, menyimpan wajah lain yang sangat miris sekali. Banyak orang yang tidur di emperan toko, istirahat melepas penat di becaknya sendiri sampai datang pagi hari, hingga harus rela berbagi tempat di dalam sebuah gerobak di saat orang berada lain sibuk dengan mimpinya sendiri-sendiri di rumah atau apartemen mewah.
Mereka yang tak punya rumah dan selalu bingung dengan pertanyaan “apakah besok bisa makan?” itu ketika sedang lapar-laparnya barangkali lebih memilih tidur sambil mengganjal perutnya dengan sesuatu yang bisa dijadikan pengganjal. Batu misalnya. Sembari berdo’a pada Tuhan agar diberikan mimpi indah bisa makan makanan enak selama tidur dan berharap esok pagi perut tiba-tiba bisa jadi kenyang. Ah, hal-hal seperti itu nampaknya bukan cuma karangan fiktif. Akan ada saja di dunia nyata.
image
Selain para pemulung yang sehari-hari tidur tanpa kasur empuk dan mereka yang sedang dalam perjalanan namun kehabisan uang untuk menyewa penginapan, sasaran dari berbagi nasi ini adalah mereka yang mencari nafkah saat malam menjelang. Seperti petugas keamanan, penarik becak, petugas parkir dan pekerja malam lainnya.
Bukan pekerja malam yang memiliki makna negatif yah. Tapi saya kira tak ada salahnya juga mereka diberi sebungkus nasi dengan rencang yang sederhana. Mudah-mudahan lewat wasilah nasi itu, hati mereka jadi terketuk. Bahwa di luar sana masih banyak orang-orang yang memiliki beban lebih berat, namun tak sampai “menjual harga diri” mereka ke para lelaki hidung polkadot, eh hidung belang melainkan bertahan sebisa mungkin dengan yang ada. Mengais rezeki halal meskipun yang diperoleh tidak besar.
Dari informasi yang saya peroleh dari hasil bacaan terhadap tulisan tentang pengalaman mengikuti kegiatan ini, Berbagi Nasi enggan disebut komunitas, lebih nyaman digelari gerakan sosial. Mungkin di pikiran mereka, apalah arti sebuah nama jika dampaknya tak ada, hanya buat gaya-gayaan saja. Mereka lebih mementingkan isi ketimbang baju yang membalutnya. Salut buat mereka. Berbagi Nasi kini sudah menyebar di banyak kota di negeri ini. Dan ajaibnya, kabarnya tak ada garis komando khusus. Bagi yang tertarik membuat berbagi nasi di kota nya, tinggal aksi saja tanpa harus ada mekanisme yang bertele-tele.
. . .
Saya sempat bertanya-tanya mengenai pemilihan waktu bergerilya membagikan nasi harus pada malam hari. Menuju larut lagi. Saya sendiri punya kendala dengan jika lewat jam 10 malam, gerbang parkir kosan ditutup, enggak enak kalau harus mengetuk pintu rumah ibu kos. Waktu itu juga motor diparkir di luar. Khawatir jadinya. Nah, kendala mencoba lagi saat ini pun sama, meskipun saya sudah tidak ngekos di tempat yang lama. Soalnya jam 10 sudah digembok juga gerbangnya.
Setelah mencari-cari informasi mengenai berbagai nasi di internet ternyata saya enggak sengaja menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Padahal saya tak sengaja ingin mencari jawaban atas pertanyaan tadi. Informasi tentang alasan dilakukan pada malam hari saya peroleh dari tulisannya kang Dhiora Bintang (juara esai tempo 2011). Tulisan tentang berbagi nasi lainnya bisa dibaca di sini dan di sini. Ternyata aktivitas berbagi ini dilakukan pada malam hari ada udang di balik batunya alias ada maksud tertentu, yakni agar nasi tepat sasaran diberikan pada orang yang benar-benar membutuhkan.
“Mereka mengambil waktu malam agar leluasa menyortir orang-orang yang benar tidak mampu. Berbagi Nasi tidak ingin kecele oleh mafia pengemis. Di pekat malam mereka melihat sungguhan apa itu kemiskinan. Ibu hamil yang tidur beralaskan jalan trotoar. Kakek renta yang sakit-sakitan. Energi Berbagi Nasi tidak terbuang percuma ketika tampak wajah semringah orang-orang yang tidak mampu.” Tulis kang Dhiora dalam opininya yang dimuat di Media Indonesia ini.
Gerakan ini sangat bagus menurut saya. Apalagi semangat gerakannya diperluas ke berbagi yang lain, pastilah kebaikan-kebaikan akan tersebar dengan cepat. Sebutlah misalnya berbagi mushaf ke masjid-masjid yang koleksi Al-Qur’annya sudah tak lagi bagus. Hal yang sama berlaku pula untuk mukena dan sarung. Atau bisa juga berbagi alas kaki secara rutin ke sekolah-sekolah yang sebagian siswanya memiliki sepatu yang sudah tak lagi baik. Hal yang sama berlaku juga untuk tas sekolah. Atau bisa berbagi buku layak baca ke taman-taman baca yang diprogram secara berkala. Indah sekali sepertinya. Asal jangan sampai berbagi isteri atau suami saja yah! Ini mah biang perpecahan. He.
Saya rasa setiap kita harus mencoba mengalami berbagi nasi ini di kotanya masing-masing. Karena pengaruh setelah mengikutinya sangatlah luar biasa. Setidaknya itu yang saya rasakan. Kita jadi bakal merenung kembali tentang keluhan-keluhan atas keadaan yang rasa-rasanya tak berpihak, padahal di luar sana ada yang lebih kurang beruntung dari kita.
Menyaksikan mereka secara langsung saya pikir akan menimbulkan kesyukuran mendalam bahwa kita masih bernasib baik ketimbang mereka. Dengan begitu, tak akan ada peluang bagi diri kita untuk mengutuk ketentuan Allah atas diri kita. Semua yang dipilihkan oleh-Nya selalu baik.
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
romadlon,
Tausyiyah
Tuesday, June 5, 2018
Sebuah Ide
Bagaimana mungkin ada yang bisa di-brainstorming kalau isi kepalanya nihil? Isi dulu sebanyak-banyaknya baru deh bisa dengan mudah mengeluarkan bahan-bahan untuk dijadikan tulisan.
Saya jadi teringat pengalaman ketika mengikuti pematerian tentang teknik presentasi ketika pengkaderan sebuah UKM Penelitian di kampus.Waktu itu pemateri menginstruksikan kami untuk menyediakan selembar kertas HVS dan pulpen. Dengan waktu sekitar 5 menit, kami diminta untuk menuliskan kata-kata yang berkaitan dengan tema yang diberikan.
Misalnya menulis. Dalam durasi waktu yang singkat itu sebanyak mungkin harus ditulis kata-kata yang dianggap berkaitan dengan tema utama. Terus saja menulis jangan berpikir macam-macam dulu. Nanti ada saatnya untuk membantai apa yang telah ditulis.
Setelah waktu habis, kami diminta untuk membuang kata-kata yang kenyataannya tak hubungan sama sekali atau tidak relevan dengan tema yang ada. Kata-kata yang sudah terseleksi itu menjadi acuan kami dalam membuat slide presentasi sebagai poin-poin untuk membantu presenter menyampaikan gagasannya.
Teknik ini barangkali bisa diterapkan juga untuk memudahkan kita memulai menulis dan mendapatkan ide-ide sebuah tulisan. Ini hanya salah satu cara yang sangat bisa untuk dicoba. Silakan dipraktikkan!
Kalau saya pribadi sih tak punya cara khusus untuk menentukan ide tulisan. Biasa saja. Bahkan teman-teman pun mungkin sering melakukannya. Saya contohkan dalam proses menulis untuk jurnal saja biar lebih mudah. Ada kalanya saya membuat terlebih dulu mind map tentang apa yang hendak ditulis.
Karena memang tak ada rambu-rambu khusus tentang konten jurnal harus tentang apa atau harus seperti apa, saya bisa menulis apa pun yang terlintas hari itu di benak. Terkadang juga suka bingung, ini mau nulis apa, enggak ada inspirasi dan lain-lain. Tapi sebisa mungkin tetap menulis. Karena setelah apa-apa yang lewat di pikiran dipindah ke halaman kosong microsoft word, nyatanya tulisan itu akhirnya rampung juga dan menemukan bentuk terbaiknya.
Selain langsung menulis tanpa ada rancangan khusus harus bagaimana isinya, harus apa yang dibahas, saya juga beberapa kali memberikan panduan bagi saya sendiri lewat membuat poin-poin utamanya di selembar kertas HVS, atau kadang di buku bergaris juga. Tulis saja dulu tema utama atau kata kunci dari tulisan kita. Dari tema itu lalu ditarik garis dan dibuat turunan atau penjabaran atasnya. Bisa pula menggunakan acuan 5W+1H untuk memberi kemudahan.
Setelah mind map kasar maupun sudah halus selesai dibuat, saatnya menulis deh. Mind map hanya akan jadi poin-poin utama dan tak bisa dinikmati banyak orang ketika tak ditransformasikan jadi tulisan utuh. So, tuliskanlah apa pun yang saat menulis terbersit di ingatan.
Setelah ada puluhan kata yang berserak di kertas kosong (kalau ditulis tangan) atau di halaman putih aplikasi untuk mengetik (Ms. Word dan yang lainnya) biasanya alam bawah sadar kita spontan merespon kata-kata yang telah menjelma beberapa kalimat. Tugas kita hanya harus terus bertarung dengan ketakutan yang datang, dengan rasa malas yang menyerang, dengan ketakpercayadirian yang menghadang. Nanti ujung-ujungnya bakal selesai juga.
Selain mind map, saya biasanya punya waktu-waktu tak terduga saat ide datang tanpa pernah diundang. Biasanya momennya sesaat setelah membaca beberapa tulisan atau mengamati satu kejadian atau juga ketika terpikir kenangan di masa silam.
Ketika itu dan memang memungkinkan, saya langsung saja mengambil kertas baik kosong maupun ada isinya tapi menyisakan space untuk menulis dialog singkat atau inti ide yang terlintas di kepala saya. Karena memang biasanya ide yang sama tak pernah berkunjung dua kali. Atau kalau sedang tidak dekat-dekat dengan pulpen dan kertas saya biasanya memanfaatkan smartphone untuk menuliskannya.
Tak melulu harus di aplikasi note dan semacamnya. Saya suka memanfaatkan tumblr, line dan insta story. Kalau status di facebook mah sudah jarang. Entah kenapa kurang nyaman saja berlama-lama di media sosial satu ini selain paling untuk membagikan tulisan dari blog atau sekadar untuk chating.
Beberapa teknik ini sama sekali tak mengandung kebaruan. Sering dipakai banyak penulis atau orang-orang yang menyukai aktivitas ini. Hanya saja barangkali bagi teman-teman yang masih suka kesulitan untuk memulai menulis dan belum tahu informasi ini, semoga cara-cara yang biasa saya lakukan bisa sedikit membantu.
Hal-hal teknis terkait menulis tak lebih penting dari motivasi utama mengapa memutuskan untuk menulis itu sendiri. Perkara ini bisa dengan mudah dibaca dari buku-buku tentang how to writing yang banyak sekali jumlahnya dan kita tinggal memilih. Namun, terkait motivasi utama menulis, kita harus menemukannya sendiri.
Setiap penulis pasti memiliki alasannya sendiri-sendiri dan berpeluang besar berbeda. Tere Liye pernah bilang bahwa carilah sebanyak mungkin alasan tentang mengapa harus menulis. Ketika satu alasan tidak cukup kuat untuk membuat kita bertahan terus menulis, maka masih ada banyak alasan lain yang membikin kita terus setia pada pekerjaan menulis ini.
Saat semangat untuk menulis sudah mengakar dengan kokoh, kendala apa pun menjadi sama sekali tak akan jadi penghalang.
Ayo secepatnya menemukan alasan kamu (harus) menulis! Ini akan jadi bahan bakar yang membuat mesin produktivitas kamu untuk terus berkarya tak pernah berhenti bekerja.
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
romadlon,
Tausyiyah
Monday, June 4, 2018
Kenangan sendu
Sesungguhnya ingatan seseorang akan sikap orang lain yang ditemuinya, entah kawan, bukan teman tapi pernah bermuamalah, hingga seseorang yang dianggap memiliki kedudukan istimewa akan kuat tinggal dalam benak. Kebaikan-kebaikan yang dilakukan dengan tanpa mengharap imbalan, pertolongan di saat keadaan sedang sangat terdesak, atau sebaliknya perlakuan tak menyenangkan yang justru didapat akan mendapat respon berupa dikenang dalam waktu yang sangat panjang.
Saya tak sedikit mengenang perlakuan seseorang yang membuat saya muak. Sulitnya bukan main untuk membuat keadaan normal seperti semula. Mungkin benar, perasaan manusia serupa barang pecah belah. Di mana ketika hati sebagai tempat perasaan bersemayam terluka, maka tak mudah mengembalikan ke posisi sebelumnya. Walau secara ideal harusnya saya mampu memaafkan kesalahan yang bersangkutan dan membalasnya dengan kebaikan.
Dalam praktiknya, saya kira tak pernah sederhana. Banyak orang juga sepertinya mengalami apa yang saya rasakan. Memaafkan butuh energi super besar. Energi untuk melupakan kesalahan sepenuhnya, karena indikator maaf sudah diberikan adalah tak lagi mengungkit kesalahan yang sudah lampau. Energi juga diperlukan untuk menciptakan perdamaian atas masa lalu yang sangat pahit itu dan menggantinya dengan kondisi baru berupa membalasnya dengan hal-hal baik.
Saya sangat salut kepada orang-orang yang sudah sampai di maqam mudah memaafkan kesalahan orang lain. Saya juga tengah berupaya berjalan menggapai maqam itu meski banyak rintangannya.
Saya pun tak jarang menemui seseorang yang kebaikannya bejibun dan tak tanggung-tanggung diberikannya pada orang lain. Saya termasuk salah satu orang lain itu. Kalau hati diumpamakan terbuat dari emas, hati orang tersebut tersusun dari emas berapa karat yah? Pastinya dari emas dengan kadar karat paling tinggi sebagai reprensentasi dari kualitas paling baik.
Contoh konkret dari kebaikan yang tak tanggung-tanggung diberikan adalah ketika ia menolong teman atau seseorang yang ditemuinya, ia tak berpikir panjang dulu, ia menolong karena memang ia suka menolong. Menolong sudah menjadi akhlaknya di mana spontanitas menjadi ciri khas dari akhlak itu sendiri, tanpa banyak pertimbangan sehingga tak ada celah untuk rasa ragu singgah.
Seseorang bisa memilih dikenang sebagai sosok yang arogan, egois, cuek, mendominasi, gemar menyakiti hati, suka membunuh karakter orang, gampang naik pitam dan berbagai sifat yang mengjengkelkan lainnya. Namun ia pun bisa pula memilih menjadi pribadi yang ramah, sopan, suka menolong, suka menjaga perasaan orang lain, juga sifat baik yang jumlahnya sangat banyak itu.
Berbagai sifat-sifat baik maupun buruk diciptakan agar manusia mampu memilah dan memilih mana yang layak diambil dan mana yang harus ditinggalkan serta dibuang. Bukankah manusia dititipi akal untuk berpikir, hati untuk merasa sehingga seharusnya ia bisa membedakan mana yang hak dan mana yang batil. Suka menyakiti hari orang lain jelas-jelas semua juga sepakat kalau itu perbuatan yang buruk. Sudah semestinya dihindari.
Kita mau dikenang sebagai orang yang seperti apa? Silakan memilih dari sekarang! Karena karakter itu dibangun dalam durasi waktu yang sangat lama. Tak bisa berubah dalam masa yang singkat. Melainkan membutuhkan banyak suplai tenaga untuk bisa tumbuh dan menyatu dalam setiap gerak-gerik kebiasaan kita.
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
romadlon,
Tausyiyah
Sunday, June 3, 2018
Sebuah karya
“Saya percaya semua karya itu bagus, Kak. Setiap karya akan menemukan penikmatnya. Saya menulis untuk memenangkan diri saya sendiri, Kak. Untuk menjadi seseorang yang…jujur.”
Jawaban Kica atas pertanyaan kak Salman tentang alasan tak pernah mengikuti lomba menulis. Mutia Prawitasari dalam Teman Imaji, hal. 61.
Kutipan menarik ini saya kira memberikan kita satu pencerahan tentang makna sebuah tulisan yang bisa menggerakan pembacanya. Saya berhutang banyak pada mba @prawitamutia yang berbagi sudut pandang tentang perlunya menulis dengan jujur, dengan tulus, dengan niat menyampaika kebaikan.
Saya sedang belajar untuk menulis dengan melibatkan perasaan dan menurutkan hati saat menuliskannya. Tidak pernah tanpa hambatan. Meski secara teorinya kita hanya perlu menulis apa adanya, yang bersumber dari nilai-nilai yang kita anut atau bahkan kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Praktiknya tak semudah itu.
Saya pribadi menyenangi beberapa blog atau tumblr yang isinya bercerita tentang keresahan dirinya sendiri dan dikait-kaitkan dengan hasil bacaan serta pengalaman terhadap kondisi sektiar. Tulisan berisi kegalauan akan kondisi yang menurut penulisnya tak semestinya terjadi selalu sukses membuat saya merenung yang kemudian membuat saya juga turut serta peduli, padahal sebelum membaca tulisannya saya abai sama sekali terhadap hal-hal itu.
Kenapa saya menyebutkannya blog? Karena memang saya lebih sering membaca catatan virtual ketimbang baca buku fisik. Meskipun saya mencoba juga untuk menyeimbangkannya. Buku mau tak mau menyediakan nutrisi yang lebih lengkap walau mencernanya butuh waktu dan kerja lebih keras. Untuk para pembaca pemula, bacalah bacaan yang membuatmu tertarik. Nanti juga akan bertahap menyenangi bacaan lain yang lebih berat.
Oh iya, sejauh pengamatan saya, untuk menghasilkan tulisan yang menginspirasi atau katakanlah tulisan bagus (dan ini sangat subjektif), tulisan yang mengganggu pikiran dan perasaan kita adalah harus banyak-banyak melakukan kelima hal ini.(1) membaca, (2) merasa, (3) mengamati, (4) melakukan, dan (5) menulis itu sendiri.
Membaca, merasa, mengamati, dan melakukan adalah amunisi kalau kita memisalkan semuanya hal-hal yang berkaitan dengan senapan. Lalu menulis adalah keinginan pemegang senapan untuk menarik pelatuk agar amunisi yang telah dikumpulkan bisa bermanfaat sebagai sarana mengenai target: bisa musuh, buruan, dan lainnya.
Sementara itu, senapannya adalah penulis itu sendiri. Ia yang mengolah hasil bacaan, hasil pengamatan dan apa-apa yang dideteksi dari proses merasa dan melakukan (berbuat sesuatu atas apa yang diresahkan) dengan apa yang sudah ada dalam kepalanya sebelumnya.
Lalu apabila pemegang senapan (penulis) menarik pelatuk bedilnya, peluru pun bisa membunuh siapa pun yang dijadikan target. Ya, membunuh di sini bisa diartikan mempengaruhi, membuat pembacanya terpapar keresahan penulis, hingga dampak paling besar adalah menciptakan momentum perubahan: baik ke arah lebih baik atau justru menuju ke yang lebih buruk dari sebelumnya. Tentu kita tak ingin membuat orang bergerak pada kemafsadatan. Maka menulislah hal-hal yang baik!
Saya terpesona dengan perkataan Buya Hamka dalam buku Falsafah Hidup (halaman 182) tentang tulisan yang mempengaruhi orang-orang, yang bunyinya: “Tulisan yang lebih berharga ialah yang jujur, pendek, dan terang menurut mestinya. Atau panjang tetapi ditulis dengan cara yang tidak membosankan. Baik di medan tempat berpidato atau di medan bersurat kabar. Yang lebih jitu masuk ke dalam hati, ialah tulisan yang benar-benar datang dari hati. Maka hati pulalah yang akan menerimanya. Adapun tulisan yang hanya dari ujung jari, perginya ke pelupuk mata si pembaca untuk menidurkannya.”
Bagi yang sama-sama sedang berlatih menghaluskan tulisan dan menyimpan ruh di dalamnya, apa yang disampaikan Buya Hamka bisa dijadikani rambu-rambu. Tulisan-tulisan beliau merepresentasikan apa yang dituliskannya di buku itu, bukan hanya omong palsu.
Selain berlatih menulis, yang pertama-tama mesti dilatih juga adalah hati-hati kita. Jujur, sederhana, peka bersumber dari hati yang lapang dan bersih dari noda-noda.
Bagaimana hati akan baik jika tak pernah diperlakukan secara baik? Bagaimana tulisan akan sampai ke hati pembaca kalau dituliskannya hanya untuk menuai sorak sorai dan tepuk tangan belaka?
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
romadlon,
Tausyiyah
Saturday, June 2, 2018
Ilmu itu mahal
Di jurnal sebelumnya saya menceritakan bahwa di hari ke-5 Ramadhan saya mengikuti acara di mana pak Aam sebagai pematerinya. Informasinya saya tahu beberapa hari sebelum masuk ke bulan suci. Saya niatkan untuk bisa mengikutinya sejak saat itu. Tapi tiba-tiba kelupaan apakah acaranya sudah lewat atau belum. Lalu seperti biasa, ketika saya men-scroll linimasa instagram saya menemukan kalau jadwal beliau tepat di hari itu. Fix, ini mah tanda-tanda kuat kalau saya harus mengikutinya. Mumpung masih di Bandung. Majelis ilmu di mana beliau sebagai pengisinya harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Saya pun pergi ke aula masjid Al-Furqon. Acaranya berlangsung di sana.
Sebelum lanjut, saya mengkol dulu ke cerita lain tapi masih berkaitan dengan kekaguman saya pada sosok beliau yang keilmuan dan akhlaknya sangat tinggi. Jadi, topik skripsi saya dulu ketika semester-semester 7 saat kami harus menyetorkan judul, saya ingin fokus pada pesantren karena saya suka tentang topik itu. Namun sampai dekat ke hari pengumpulan judul, saya kurang referensi tentang hal menarik apa yang akan saya ulas ketika memilih pesantren sebagai objek penelitian. Lalu saya pun diam-diam tertarik untuk mengambil skripsi tentang tafsir yang harapannya bisa dibimbing oleh pak Aam. Secara beliau nampaknya yang paling ahli untuk keilmuan ini ketimbang dosen-dosen lain.
Singkat cerita saya mengambil tema cinta dalam Alquran sebagai judul skripsi. Ini pun inspirasinya datang dari seorang adik kelas yang melihat fokus saya membicarakan hal-hal tersebut di media sosial. Setelah saya cari-cari informasinya di google, ternyata masih ada peluang bagi saya untuk mengkajinya. Harapan untuk dibimbing oleh pak Aam pun kian menguat karena saya yakin judulnya akan sangat pas dengan beliau. Namun ternyata pembimbing saya pak Syamsu (dosen filsafat umum dan filsafat Islam) yang setahu saya lebih sering membimbing skripsi tentang pesantren, sekolah, dan untuk tafsir sendiri cukup jarang. Pembimbing 2 nya pak Elan.
Beruntungnya, ketika saya mau bimbingan pertama kali ke pak Syamsu, saya diminta untuk ganti dosen pembimbing ke pak Aam karena beliau dinilai lebih baik secara metodologi tafsir katanya. Hati kecil saya pun bersorak, “pucuk dicinta ulam pun tiba.” Saya mendapatkan apa yang saya inginkan yaitu dibimbing oleh dosen idola saya.
Selain bimbingan secara teknis skripsi, saya pun ingin memperoleh ilmu lain darinya. Dengan menjadi mahasiswa bimbingannya, hal tersebut akan kian dekat untuk terealisasi. Alhamdulillah. Akhirnya, saya pun menyatakan diri untuk dibimbing beliau sambil menyebutkan kalau ini rekomendasi pembimbing sebelumnya yang padahal saya pun sangat mengingingkannya. Allah tahu apa yang dimau dan dibutuhkan hambanya. Itu hanya sekilas cerita tentang interaksi saya dengan pak Aam. Masih banyak yang lainnya sebenarnya.
Lanjut ke cerita saya sebelumnya. Tema yang dibawakan saat itu adalah tentang radikalisme, sekularisme dan liberalisme di kalangan mahasiswa. Saya kira, mahasiswa sebagai insan intelektual dengan berbagai macam referensi awal di dalam dirinya sebelum masuk ke kampus akan menentukan kecenderungannya untuk bergabung mengafiliasikan diri mereka ke lingkaran-lingkaran yang cocok dengannya. Isme-isme tadi sangat mungkin untuk tumbuh subur di tubuh seorang yang katanya agen perubahan berjuluk mahasiswa. Namun, kabar buruknya hal tersebut dinilai akan mengancam eksistensi Islam sendiri karena merongrong dien sempurna ini. Pemikiran-pemikiran tersebut dinilai meresahkan terlebih bagi mereka yang fokus mendakwahkan Islam khususnya di kalangan akademisi.
Saya tak akan secara detail menceritakan ulang pendapat pak Aam tentang ketiga hal ini. Yang jelas beliau sangat tidak mendukung beredarnya pemikiran ini di kalangan mahasiswa. Khusus radikalisme, dengan salah satu ciri menganggap pemahaman sendiri paling benar, mudah menyalah-nyalahkan orang lain yang berbeda sudut pandang, terkesan ekskusif, dan lainnya memang menjadi fokus beliau di tahun-tahun sebelumnya. Bahkan selama sekian tahun intensif meneliti permasalahan itu di kampus. Berbagai organisasi keislaman beliau mention sebagai gerakan radikal dan sangat membahayakan. Mohon maaf saya tidak bisa menyebutnya. Lupa soalnya. He.
Selama sesi tersebut berlangsung bapak memang lebih fokus membahas tentang radikalismenya sehingga ketika waktu selesai terkait sekularisme dan liberalisme tak tersentuh. Kalau tidak ditanya oleh MC, mungkin beliau tak akan menjelaskannya. Namun dengan pancingan dari MC tersebut akhirnya sedikit disampaikanlah tentang karakteristik gerakan ini, yang mana mereka pun tak kalah berbahayanya dengan paham radikalisme.
Saya tak akan terlalu fokus tentang tema ini. Saya hanya ingin menyampaikan betapa dalam penguasaan ilmu keislaman yang dimiliki beliau. Terlebih lagi kemampuan ilmu alat bahasa arabnya tak usah diragukan lagi.
Saat mengulas beberapa ayat-aya yang suka dipahami secara parsial oleh sempalan-sempalan Islam, saya begitu takjub dengan penuturan beliau yang mengutip pendapat sana-sini sembari juga menyodorkan ayat lain yang hubungannya erat dengan ayat yang dijadikan alat oleh mereka sebagai legitimasi pemikirannya. Saya menjadi sangat kecil bila dibandingkan dengan beliau. Masih banyak lagi contoh yang menunjukan keluasan ilmu dari lulusan S3 Tafsir Al-Qur’an UIN Bandung ini.
Semoga Allah memberikan kebaikan kepada guru saya ini. Aamiin.
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
romadlon,
Tausyiyah
Friday, June 1, 2018
Impian
🌙 *MALAM LAILATUL QODAR* 🌙
➡ pendapat imam syafi'i dan jumhur (mayoritas) ulama' bahwa lailatul qodar selalu pada malam yang sama setiap tahunnya yakni tidak berpindah-pindah,bahkan imam syafi'i condong bahwa lailatul qodar jatuh pada malam 21 atau 23.
akan tetapi pendapat shohabat sayyidina ibnu abbas,sayyidina ubay dan sayyidina umar bin khottob mengatakan bahwa lailatul qodar jatuh pada malam 27.
pendapat mayoritas shohabat bahwa lailatul qodar jatuh pada malam 23.
➡ akan tetapi pendapat imam muzani dan imam ibnu khuzaimah bahwa lailatul qodar berpindah-pindah pada tiap tahunnya,dan pendapat ini yang dipilih oleh sebagian ulama' termasuk imam nawawi.
➡ sebagian ulama' memberikan qoidah jatuhnya lailatul qodar dengan memperhatikan awal bulan romadhon.
قال الغزالي وغيره إنها (ليلة القدر) تعلم فيه باليوم الأول من الشهر،
فإن كان أوله يوم الأحد أو يوم الأربعاء: فهي ليلة تسع وعشرين.
أو يوم الاثنين: فهي ليلة إحدى وعشرين.
أو يوم الثلاثاء أو الجمعة: فهي ليلة سبع وعشرين.
أو الخميس: فهي ليلة خمس وعشرين.
أو يوم السبت: فهي ليلة ثلاث وعشرين.
قال الشيخ أبو الحسن: ومنذ بلغت سن الرجال ما فاتتني ليلة القدر بهذه القاعدة المذكورة.
➡ berkata imam ghozali dan ulama' lainnya bahwa lailatul qodar dapat diketahui melalui awal masuknya bulan romadhon.
apabila awal bulan hari ahad atau rabu maka lailatul qodar malam 29
apabila awal bulan hari senin maka malam 21
apabila awal bulan hari selasa atau jum'at maka malam 27
apabila awal bulan hari kamis maka malam 25
apabila awal bulan hari sabtu maka malam 23
➡ berkata syekh abul hasan : semenjak aku memasuki usia dewasa (baligh) tidak pernah luput bagiku lailatul qodar dengan mengikuti qoidah ini.
وَذَكَرُوا العلماء لَليلة القدر ضَابِطًا، وَهُوَ أَنَّهُ
إنْ هَلَّ رَمَضَانُ بِالْجُمُعَةِ فَهِيَ لَيْلَةُ التَّاسِعِ وَالْعِشْرِينَ
وَإِنْ هَلَّ بِالسَّبْتِ فَهِيَ لَيْلَةُ الْحَادِي وَالْعِشْرِينَ
وَإِنْ هَلَّ بِالْأَحَدِ فَهِيَ لَيْلَةُ السَّابِعِ وَالْعِشْرِينَ
وَإِن هَلَّ بِالِاثْنَيْنِ فَهِيَ لَيْلَةُ التَّاسِعِ وَالْعِشْرِينَ
وَإِنْ هَلَّ بِالثُّلَاثَاءِ فَهِيَ لَيْلَةُ الْخَامِسِ وَالْعِشْرِينَ
وَإِنْ هَلَّ بِالْأَرْبِعَاءِ فَهِيَ لَيْلَةُ السَّابِعِ وَالْعِشْرِينَ
وَإِنْ هَلَّ بِالْخَمِيسِ فَهِيَ لَيْلَةُ الْحَادِي وَالْعِشْرِينَ.
➡ sebagian ulama' memiliki qoidah lain
apabila awal bulan hari jum'at maka lailatul qodar malam 29
apabila awal bulan hari sabtu maka malam 21
apabila awal bulan hari ahad maka malam 27
apabila awal bulan hari senin maka malam 29
apabila awal bulan hari selasa maka malam 25
apabila awal bulan hari rabu maka malam 27
apabila awal bulan hari kamis maka malam 21
➡ adapun tanda tanda malam lailatul qodar
udara dimalam hari itu tidak terasa dingin maupun panas,dan dipagi harinya matahari bersinar namun sinarnya tidak menyengat/panas
✅ nb : guna tanda lailatul qodar dipagi harinya untuk menyempurnakan ibadah dipagi tsb dan juga untuk mempersiapkan diri ditahun mendatang karna sebagian ulama' mengatakan lailatul qodar jatuh pada malam yang tetap (tidak berpindah pindah)
➡ *wallahu a'lam bisshowab* ⬅
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
Tausyiyah
Thursday, May 31, 2018
Mimpi yang nyata
Entah berapa kali saya menulis mengenai topik yang seringkali dilupakan banyak orang: kematian. Mulai dari puisi, artikel, hingga cerita pendek yang ujung-ujungnya si tokoh utama meninggal dunia. Saya tidak tahu secara persis mengapa tema tersebut lekat di benak saya sehingga ketika nulis tentang itu rasanya inspirasi bertubi-tubi mengalir. Teman-teman juga pasti sudah menebak ke mana arah tulisan ini akan dilabuhkan. Yap, bener banget, saya akan coba menulis kembali mengenai akhir hayat kita selaku manusia. Semoga jadi bahan permenungan.
***
Pernah enggak sih teman-teman membayangkan akhir hidup kita akan seperti apa? Atau dengan cara bagaimana dan kapan? Ketika kita dihadapkan pada peringatan hari lahir banyak orang yang mendoakan supaya “panjang umur serta mulia”. Apabila yang dimaksud panjang umur hanya dalam nominal saja, saya rasa hal ini kurang tepat. Apa jadinya apabila kita memiliki usia yang panjang, hingga 100 tahun misalnya, namun kita terjebak di lingkaran kemaksiatan. Sisa umur yang Allah berikan kepada kita dihabiskan hanya dengan foya-foya dan tak tergerak sedikitpun untuk menanam kebaikan selama hidup. Kelakuannya hanya membuat orang lain tersakiti hatinya. Atau berusaha membuat tetangga terganggu dengan aktivitas keseharian kita. Dan yang lebih parah kita menjadi manusia anti sosial yang pekerjaannya hanya berusaha agar terpenuhinya kesenangan pribadi. Bergelimang dalam dosa-dosa hingga tak afhdal rasanya kalau di satu hari saja tidak membuat malaikat Atid menuliskan tinta di buku catatan amalan buruk kita.
Namun, lain ceritanya kalau do’a yang dimaksudkan adalah supaya sisa umur kita berkah. Maksud berkah di sini adalah kuota usia kita Allah mudahkan untuk membuat karya sebanyak mungkin dan karya tersebut bermanfaat bahkan jauh, jauh setelah kita tidak lagi berada di dunia ini. Ini nampaknya hakikat dari umur yang panjang. Selepas kita memperoleh gelar kesejatian yaitu almarhum, kontribusi kita masih bisa dinikmati oleh umat dan membantu aktivitas mereka selama hidup.
Pilihan dikenang menjadi apa setelah kita tiada ditentukan sekali oleh tindak-tanduk kita selama hidup. Apakah sering membantu sesama atau malah sebaliknya. Membuat mereka terancam dengan kehadiran kita. Orang-orang yang selama hidupnya banyak menjadi benalu bagi orang lain sebenarnya tak jauh beda dengan para pejuang kebajikan. Mereka tak lantas dilupakan begitu saja meskipun hadirnya tidak lagi membersamai kita. Hanya saja orang-orang yang kerjanya hanya berbuat onar selama di dunia dicatat sejarah untuk dijadikan pelajaran bahwa perbuatan seperti yang dilakukannya tidak layak sama sekali untuk ditiru. Bahkan jangan sekali-kali untuk didekati. Bisa-bisa perbuatannya menular kepada kita. Dari sekarang marilah merancang sketsa hidup berisikan amal apa yang harus diperbuat, peninggalan bermanfaat apa yang mesti diberikan kepada khalayak, bagaimana cara kita mati kelak, hingga kita akan dikenang seperti apa oleh manusia lainnya atau seminimalnya oleh keturunan kita sendiri!
Akhir Hidup
Sebenarnya banyak sekali impian selama hidup yang akan lega sekali kalau saya mati nanti semuanya sudah tercapai. Hanya saja untuk urusan ini kita tak bisa tawar menawar lagi dengan Allah Sang Maha Penentu Maut. Padahal sayang banget kan ketika kita dijemput malaikat Izrail namun masih berstatus perjaka sejati atau perawan tingting. Ya, meskipun ada kesempatan juga bagi yang bernasib demikian untuk menikah kelak di syurga-Nya. Itu juga kalau kebagian tiketnya. Memang situ yakin bisa masuk syurga dengan tidak sukar. Sudah seserius apa menjemput ridha-Nya selama ini? Padahal untuk masuk ke syurganya kita harus mengantongi izin berupa keridhaan Allah bukan? Saya pribadi mengangankan Allah beri kesempatan untuk berkeluarga terlebih dahulu. Memiliki keturunan shaleh dan shalehah yang kelak bisa menjadi aset untuk setidaknya memberikan jaminan bahwa selama di dunia mereka jadi seperti itu (baca shaleh dan berilmu) lantaran didikan orang tuanya. Semoga saja dengan begitu Allah memberikan jatah surganya bagi kita orang tua yang tidak abai dalam mendidik amanah berharga dari-Nya berupa anak.
Perihal akhir hidup, saya berharap ketika nanti ajal sudah dekat tidak banyak merepotkan orang-orang. Masa selama hidup kita sudah banyak menyusahkan dan mau mati pun tetap berlaku demikian. Orang-orang (keluarga salah satunya) merasa terbebani dengan –meminjam istilah Bu Diden (guru Pamong PAI di SMA 3 Bandung)– CAMAT alias calon mayat ini, kan enggak banget. Tentu kalau harapan kita ini ingin tercoret dalam arti terealisasi mau tidak mau sedari sekarang harus membuat planning mengenai hal ini. Sebisa mungkin menghindari hal-hal yang memungkinkan kita menderita penyakit kronis yang menuntut banyak pengorbanan, tenaga, uang, hingga waktu. Semuanya masih bisa diikhtiarkan walau ujung-ujungnya Allah yang memutuskan hal terbaik di antara hal-hal baik lainnya.
Di saat menghembuskan nafas terakhir saya ingin sekali seperti para orang-orang shaleh yang membaktikan dirinya bagi tegaknya agama Allah. Di beberapa video mengenai kematian kita sering disuguhi dengan kematian seseorang dengan kondisi yang sangat tenang dan damai. Tidak jarang sungging senyum menghiasi saat terakhirnya di dunia. Ada seorang ustadz yang meninggal ketika memberikan kajian kepada jama’ahnya. Ada seorang jama’ah yang sebelumnya telah berbuat baik kepada anak kecil di sebuah masjid lalu tiba-tiba tersungkur ke atas sajadah tanda nyawanya telah dicabut malaikat maut. Dan berbagai peristiwa kematian yang membuat kita iri dibuatnya. Kematian seperti demikian diperoleh bukan dengan cuma-cuma. Ada banyak perjuangan yang dilakukan untuk mendapat karunia berupa kematian semacam itu. Ibadah dengan kualitas super misalnya dan kesungguhan menata niat dalam berbuat.
Di lain sisi, ada juga akhir hayat yang begitu membuat perasaan kita tersayat. Alih-alih mendapat kematian yang menentramkan melainkan dijemput malaikat maut dengan penuh kebengisan. Ada seorang pemain bola yang tiba-tiba setelah terjatuh akibat benturan dengan pemain lainnya seketika bergerak jumpalitan selayaknya ayam sehabis disembelih. Ini menggambarkan betapa sakitnya peristiwa sakaratul maut. Kita pun jadi menduga-duga kalau selama hidupnya mungkin saja banyak melakukan hal-hal yang tidak patut sehingga terefleksi dengan kematian yang demikian. Ini hanya prasangka buruk saya saja. Beragam kengerian peristiwa kematian lain bisa disaksikan di chanel Youtube. Atau bisa juga baca-baca cerita kematian yang membuat kita tercengang dari majalah Hidayah. Silakan dicoba, semoga tidak hanya sekadar menonton, namun bisa mengambil ibrah dari setiap tayangan videonya.
Misteri bernama mati
Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian (QS. Ali Imron [3]: 185). Kamu mau tidak mengalami kematian? Nampaknya mustahil. Wong kamu sudah memanfaatkan fasilitas sebagai manusia selama ini. Terima saja kenyataan ini. Paling bersiap siaga saja kalau panggilan kematian datang tiba-tiba. Karena untuk kapan kematian akan bertamu merupakan misteri yang hanya Allah yang mengetahuinya. Salah satu hikmah dari dirahasiakannya perihal waktu kapan mati supaya kita terus mempersiapkan diri. Lain halnya kalau kita sudah dapat surat peringatan bahwa besok adalah kesempatan terakhir untuk bercengkrama bersama keluarga karena jatah hidup sudah habis. Seperti ini ilustrasinya: Surat pemberitahuan. Kepada Irfan Ilmy. Bersiap-siaplah besok adalah akhir kesempatan kamu menghirup udara di dunia. Silakan bersiap-siap!. Kan horor. Apabila hal tersebut benar-benar ada mungkin hal-hal yang kurang bermanfaat akan disudahi pelaksanaanya dan fokus berdiam diri di masjid untuk berdzikir dan bertaubat sekhusyu mungkin. Tidak ada kompetisi di sini kalau kejadiannya seperti ini. Sulit membedakan orang yang benar-benar berusaha sekuat tenaga untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan orang yang hare-hare saja.
***
Selalu mengingat mati bukanlah hambatan untuk loyo dalam menjalani hidup. Sebaliknya, justru apabila kita menjadikan kematian sebagai wirid sehari-hari maka kekuatan dahsyat akan menjalar di diri kita untuk senantiasa memanfaatkan waktu yang tersedia sebagai modal berbuat baik lebih banyak daripada sebelumnya.
Semoga mimpi sebelum dan setelah kita mati untuk diliputi pertolongan Allah diberi kesempatan untuk diwujudkan. Kita diberi kekuatan untuk menempuhi jalannya yang terjal dan menantang. Mari menjalani hidup untuk kembali hidup bukan untuk sebuah kematian yang sesungguhnya pintu gerbang menuju hidup yang sesungguhnya.
Wallahu A’lam
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
romadlon,
Tausyiyah
Wednesday, May 30, 2018
Hati hati dg hati
Sudah menuju senja-meminjam judul lagunya Payung Teduh–saya belum menuntaskan kewajiban hari ini, memposting satu tulisan. Ternyata kata orang-orang bijak yang sering menyampaikan bahwa menulis itu tidak sulit, tidak 100% benar. Bukan saya meragukan perkataannya. Hanya saja memang hal ini tidak berlaku bagi seluruh orang yang tengah (belajar) menulis. Beberapa orang yang sedang memulai kiprahnya menulis secara rutin kadang-kadang dihadapkan pada kebingungan mau nulis apa. Ide ada tapi lebih dari satu. Berseliweran di kepala. Bimbang mau pilih gagasan mana yang hendak dieksekusi. Memberanikan memulai menulis apa yang terlintas di benak, kadang ngawur kemana-mana. Tapi, sebagaimana dikatakan Gertrude Stein bahwa untuk menulis kita hanya perlu terus menulis. “Menulis itu menulis itu menulis itu menulis itu menulis itu menulis itu menulis itu menulis.” kata dia. Baiklah menulis saja. Daripada membatalkan ibadah tantangan menulis 30 hari hanyai karena menuruti kebingungan. Kalau begitu, mentah lagi mentah lagi proses pembiasaan mendisiplinkan diri untuk konsisten nulis.
///
Manusia hari ini kian rapuh daya tahan tubuhnya. Ini karena pola hidup manusia sendiri yang memungkinkan untuk itu. Makanan setiap hari sangat sulit untuk terhindarkan dari zat-zat aditif. MSG misalnya, atau zat pengawet, pemanis hingga pewarna buatan. Wajar saja bila tubuhnya bereaksi. Berontak mengabarkan diri kalau fungsi organnya terganggu dengan adanya zat-zat asing yang bertubi-tubi menghampiri.
***
Karena beberapa hari belakangan ini saya menghabiskan sebagian waktu di rumah sakit, hal ini demikian terlihat jelas. Bagaimana orang sakit yang datang ke rumah sakit tak ubahnya orang yang beramai-ramai beli baju lebaran. Untuk pasien rawat inap saja, satu orang pulang, datang kemudian penggantinya dengan jumlah lebih banyak. Tak usah ditanya kalau pasien yang rawat jalan atau yang sekadar check up. Banyak pisan.
Selain fungsi organ fisiknya, manusia pun rentan tersakiti perasaannya, hatinya. Atau jangan-jangan karena hatinya yang mudah terserang penyakitlah yang menjadi musabab rentan pula tubuhnya terhadap serangan virus dan kuman-kuman yang menyebabkan rusaknya fungsi organ. Entahlah, tersebab apa mereka jadi begitu sangat lemah.
Hal yang sangat mungkin menyebabkan semuanya adalah abainya manusia terhadap panduan hidupnya. Hidup sekehendak hati tanpa memperhatikan rambu-rambu penggunaan tubuh. Digunakannya tubuh yang hanya tiitpan ini dengan sesukanya. Makan makanan yang enak-enak, padahal hanya dilidah saja. Masuk ke perut, zat-zat yang tergabung kemudian berkonspirasi merusak berbagai organ penting. Begitulah manusia, suka merasa pintar sendiri. Hal-hal yang sudah diketahui membahayakan, tetap saja rajin dikonsumsi. Rasakan sendiri akibat dari ulahnya.
Untuk sakit fisik banyak sekali tempat berobat yang bisa dikunjungi. Rumah sakit di mana-mana. Tempat praktik dokter ada di setiap kota. Bahkan jurusan kedokteran tak pernah sepi peminat tiap tahunnya. Selain misi pengabdian, ya pilihan jurusan ini juga memang menawarkan peluang pendapatan yang menjanjikan untuk hidup di masa depan. Saya tak tahu persis berapa pendapatan seorang dokter ketika ia sudah jadi seorang ahli. Mungkin sekian puluh juta. Saking terobsesinya dengan profesi dokter, tak jarang banyak orang tua yang berlomba-lomba membesarkan uang masuk kuliah supaya anaknya diterima. Ini bukan rahasia hati lagi. Eh, maksudnya sudah jadi rahasia umum.
Kita sudahi saja perbjncangan mengenai sakit fisik. Nampaknya, sakit yang ada dan bersumber dari hati lebih seru kalau disoroti lebih mendalam.
Kerap kali penyakit-penyakit hati ini disepelekan banyak orang. Padahal akibatnya tak kalah merugikan ketimbang penyakit yang nampak di penglihatan. Kalau sakit fisik efeknya hanya pada satu orang, atau paling banter sekeluarga (karena ikut-ikut kerepotan), maka lain halnya dengan penyakit hati. Ia bisa beranak pinak dan menyebabkan kemudaratan yang dahsyat. Tapi, anehnya penyakit hati terkadang malas untuk diobati. Sedikit-sedikit tersinggung apabila dikatakan kalau hatinya bermasalah. Bentar-bentar merasa ogah kalau ada yang berupaya mengingatkannya. Paling tidak itu yang sering Aa Gym bilang dalam ceramahnya. Saya pun setuju. Kini orang-orang memang banyak yang lebih nyaman dan aman dengan penyakit yang bersarang di hatinya.
Penyakit hati merupakan pembunuh amal-amal kebajikan. Tak ubahnya penyakit jantung dan diabetes bahkan kanker yang menjadi wasilah terpisahnya ruh dari jasad kebanyakan orang. Amal baik dikerjakan dengan tidak mudah. Lenyap seketika dengan perbuatan tidak pantas. Raib sudah seperti api melalap kayu bakar kering. Beberapa penyakit yang tumbuh subur di kalangan umat manusia saat ini diantaranya sombong, hasad, riya, dan banyak berharap kepada selain-Nya.
Angkuh
Angkuh atau sombong atau congkak tidak pantas dimiliki oleh manusia. Sifat ini hanya pantas disandang oleh Allah Sang Maha Segalanya. Namun, banyak manusia yang terjebak di salah satu sifat syaitan ini. Mereka memandang dirinya lebih baik dari orang lain. Merasa paling tinggi sisi kualitas dirinya, padahal tidak sama sekali. Orang yang besar kepala seperti ini cenderung merasa paling sempurna hidupnya. Orang lain tidak lebih mulia dari dirinya. Naudzubillah.
Hasad
Penyakit hati yang berbahaya berikutnya adalah hasad. Orang bijak mengatakan bahwa sikap orang seperti ini “susah melihat orang lain senang dan senang melihat orang lain susah. Hidupnya penuh dengan ketidaksenangan terhadap nikmat yang tengah dipunyai orang lain. Ingin sekali rasanya kegembiraan itu pindah ke dirinya dan orang lain menderita saja. Hatinya diliputi perasaan benci akan keberhasilan orang lain. Ia tidak sempat mengurusi kebahagiaan dirinya dan malah tersita perhatiannya memperhatikan hidup orang lain. Rugi nian.
Riya
Penyakit ini membuat penderitanya diliputi perasaan bangga selepas melakukan sesuatu kebaikan. Bahkan ingin sekali orang lain menyaksikan ketika ia melakukan perbuatan baiknya. Ketika sepi dari pujian ia mengeluh. Sementara ketika ramai dengan riuh tepuk tangan, semangat beramalnya naik sekian persen. Motivasinya tergantung oleh orang-orang di luar dirinya. Ia gila dipuji dan sangat anti dicaci.
Banyak Berharap Kepada Selain-Nya
Penyakit terakhir ini tidak kalah akut dibanding penyakit-penyakit sebelumnya. Ketika seseorang terserang penyakit ini, maka hatinya akrab dengan kata kecewa. Wajar saja, ia mengantungkan harap pada manusia. Suatu makhluk yang lemah tak berdaya. Padahal sebenarnya ia punya Rabb yang tak pernah enggan untuk dimintai berkali-kali. Selalu mengatakan “ya” pada setiap doa dari hamba-Nya. Namun, sang penderita telah terkunci hatinya. Lebih mengandalkan uluran bantuan makhluk yang suka mengecewakan ketimbang pertolongan Dzat Yang Maha Setia pada setiap janjinya.
Demikianlah, semoga kita dilindungi Allah dari penyakit-penyakit halus namun merugikan ini. Ketika ia telanjur menetap di hati kita, semoga Allah datangkan obat melalui berbagai kejadian atau teguran dari seseorang yang diutusnya. Dan hati kita siap menerima setiap untaian nasihat yang diberikan. Karena nyatanya, dinasihati orang lain tidak selalu lebih mengenakan ketimbang diingkatkan oleh diri sendiri.
Wallahu A’lam.
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
romadlon,
Tausyiyah
Tuesday, May 29, 2018
Berkaca dg fakta
Selepas menemani sepupu yang masih irawat di rumah sakit saya mengendalikan laju motor. Pulang ke kontrakan di daerah Negla, Ledeng. Waktu menunjukan pukul 22.00 WIB kurang lebih. Saya melewati jalur jalan Istana Plaza (IP) lurus ke sana menuju kampus UPI. Di lampu merah Pasteur (samping rumah makan bebek kaleyo) motor saya dipaksa harus berhenti. Saling memberi kesempatan untuk bisa melaju lebih dulu sesuai cepatnya tiba di lampu merah. Kebetulan motor saya di shaf paling depan. Sebagaimana lumrahnya di tiap lampu merah Kota Kembang, selalu ada orang orang yang mengais rezeki dengan caranya masing-masing. Ada yang mengandalkan kemampuannya bernyanyi dan memetik gitar untuk mengumpulkan uang receh demi menyambung hidupnya. Ada yang menjual aneka mainan untuk anak-anak. Ada anak penjual vitacimin. Ada bapak-bapak atau akang-akang penjaja kain kanebo. Ada pula teteh-teteh yang tanpa diminta kerap membersihkan mobil dengan kemocengnya. Lalu, yang cukup menghibur namun di sisi lain mengusik rasa peri kehewanan kita adalah akang-akang yang menjual kemampuan monyetnya untuk meraup untung rupiah. Untuk profesi jenis ini banyak orang yang menyayangkannya. Bahkan tak jarang mengutuk tindakan sang pawang monyet tersebut. Tega nian “menyiksa” binatang.
Karena saya berada di posisi paling depan, saya melihat secara jelas seorang anak seumuran kelas 6 SD tengah beraksi dengan monyetnya. Tidak seperti kebanyakan tukang topeng monyet yang biasanya bapak-bapak atau pemuda, kali ini dia adalah anak-anak yang semestinya di malam hari ini tengah tidur nyenyak atau setidaknya sedang menonton tv atau mengerjakan tugas. Sekecil ini dia harus merasakan betapa sulitnya bertahan hidup di kota dengan julukan Paris Van Java ini. Sepasang kaki mungilnya telanjang bebas tanpa alas kaki. Menapaki aspal jalanan yang sebelumnya diguyur hujan. Masih jelas terbayang bagaimana roman mukanya yang kelelahan–mungkin seharian dia menghibur banyak pengguna jalanan. Tiba-tiba ada yang mendesak masuk ke inti perasaan saya. Mendorong mata untuk membidani lahirnya air mata. Tapi, saya tahan sebisa mungkin untuk tidak lahir ke pipi. Manusia mana yang tidak terharu melihat seorang anak berpayah-payah untuk terus mengepulkan asap dapurnya. Syukur syukur kalau dia masih punya dapur, bagaimana kalau tidur hanya bertemankan deru knalpot kendaraan dan gemerlap lampu kota karena tiap malam harus istirahat di bawah kolong jembatan. Bila ada yang cuek saja melihat kejadian seperti demikian, barangkali hatinya terbuat dari bara api. Atau meskipun terbuat seperti kebanyakan manusia lain, hatinya telah gosong karena seringnya ia berlaku bejat dalam hidupnya. Sensor kepekaannya bermasalah kalau tidak dibilang sudah musnah.
Setelah pertunjukan topeng monyetnya selesai si anak menyodorkan wadah kosong untuk tempat menampung uang dari para pengendara motor dan mobil yang baik hati. Dia melewati motor saya dan menghampiri para pengendara lain. Padahal saya sudah merogoh uang dan menyimpannya di tangan untuk kemudian diberikan kepadanya. Dia sudah selesai memungut uans sumbarangan sukarela, dia lantas duduk kembali di area tiang lampu merah bersama si kera. Lalu saya hanya melihatinya, berharap dia berbalik dan mata kami bertemu. Allah mendengar bisik hati saya. Dia menoleh dan saya memberi isyarat untuk menghampiri saya. Dia berjalan ke arah saya dan langsung saja uang itu saya berikan. Saya lega meskipun ada rasa bersalah di sudut hati yang lain. Tentang tidak boleh memberi uang kepada pengemis di jalan kembali terngiang di benak saya. Tapi dia bukan pengemis, dia bekerja dengan apa yang dia bisa. Ya, meskipun dengan memberinya uang mau tidak mau membuat mereka ketergantungan. Semoga saja tidak ada CCTV yang merekam tindakan saya dan pengendara lain yang memilih memberinya uang.
Beberapa menit kemudian saya sampai di Gegerkalong. Saya berniat ngambil uang di ATM dan mencari makanan ringan. Saya mengambil uang di ATM Daarut Tauhiid. Di sana ada pemulung yang memunguti botol plastik bekas di tong sampah. Satu pemulung berusia sekitar 8/9 tahun berjenis kelamin perempuan. Dia tepat di depan saya ketika saya akan masuk ke ATM. Kulitnya kusam akibat debu jalanan atau bahkan bisa jadi karena ia jarang mandi. Saya mencuri-curi kesempatan untuk memfotonya. Alhamulillah dapat juga. Beberapa saat kemudian dia pergi kembali.
Setelah saya selesai ngambil uang saya pun mendekati dua pemulung lainnya. Dia seorang anak perempuan seumuran dengan anak sebelumnya dan ditemani ibunya yang paruh baya. Setelah memfotonya dari seberang jalan, saya merasa tidak puas. Gambarnya buram. Lalu saya memutuskan untuk menghampirinya lebih dekat. Cekrek. Saya pun berhasil memfotonya juga.
Dua kejadian yang saya alami dalam waktu berdekatan ini menunjukan potret kemiskinan di negeri tercinta ini. Indonesia memang negara kaya dengan segala macam harta karun sumber daya alamnnya. Namun, meski begitu nyatanya kesejahteraan itu belum merata bisa dinikmati seluruh warganya. Lihat saja kasus keimiskinan yang senantiasa jadi barang mewah untuk kemudian diangkat oleh program-program televisi swasta di negeri ini. Belum lagi kasus-kasus kriminal yang santer terdengar yang akarnya adalah permasalahan perut. Lengkap sudah derita negeri ini. Saya tidak bilang kalau pemerintah tidak becus mengatasi permasalahan kemiskinan. Terlalu arogan kalau saya bilang demikian. Tapi, dengan berbagai fakta yang mengemuka ini, desakan sikap suudzon saya ke pemerintah kian menyesaki dada. Meski demikian, saya tetap optimis kalau dampak kinerja dari kabinet kerja pak Presiden hanya tinggal menunggu waktu saja. Semoga hasilnya tidak mengecewakan.
Dari kenyataan yang coba saya gambarkan di paragraf sebelumnya kita bisa mengambil banyak pelajaran. Bersyukur dengan yang kita punya sekarang, harus mandiri, dan harus memiliki kepekaan sosial adalah beberapa nilai yang bisa kita serap menjadi semacam pengingat. Pelajaran lain masih sangat banyak apabila kita memutuskan menggalinya lebih dalam.
Bersyukur dengan yang kita punya sekarang
Seringkali untuk urusan materi atau kekayaan kita selalu menengadah ke atas. Wajar saja kalau sakit hati datang mengakrabi. Padahal orang bijak banyak berkata bahwa untuk urusan harta tengoklah ke bawah dan lihat orang-orang yang tak seberuntung kita. Dari sana akan muncul ucap syukur bahwa kita masih tidak sesulit mereka dalam hal kehidupan sehari-hari. Makan tiga kali sehari masih bisa kita dapati. Sementara mereka bahkan harus berjuang mati-matian untuk mendapatkan sebungkus makanan.
Harus mandiri
Bila kita renungkan anak-anak sekecil itu, yang harua berjuang di jalanan, bertarung dengan risiko kematian tertabrak kendaraan, bertahan dari sengat matahari yang membakar, hal tersebut membuat kita tertampar. Mereka ditempa sedini mungkin untuk mengenal arti kerja keras dan kemandirian. Sementara kita dengan enaknya bilang ke orang tua di rumah, “Mah Pa, uang saya habis.” Kita tak pernah tahu bagaimana peluh keringat yang menetes untuk mengusahakan uang sekian juta rupiah itu.
Harus memiliki kepekaan sosial
Ibadah shaum yang kita jalani di bulan suci ini tak kalah populer dengan ibadah zakat sebagai ibadah yang berdampak sosial. Bila shaum yang dilaksanakan benar-benar dihayati makna perintahnya maka kita akan mendapati sebuah ajaran yang mengagumkan. Ibadah yang melatih empati kepada orang lain ini mengandung pesan-pesan untuk merasa senasib sepenanggungan dalam hal merasakan lapar dan dahaga. Namun, pesan ini hanya bisa terbaca gamblang oleh orang-orang yang bershaum dengan menggunakan ilmu dan dilandasi keikhlasan. Bukan ikut-ikutan apalagi hanya formalitas semata. Kaitannya dengan cerita anak-anak yang bekerja sebagai tukang topeng monyet dan pemulung adalah bahwa harusnya kita peka akan kondisi ini. Langkah konkret berkontribusi mengurai masalahnya adalah dengan menyumbang sejumlah uang atau barang layak pakai ke lembaga sosial terkait yang mengurusi permasalahan anak jalanan, pengemis dan tuna wisma lainnya.
Demikianlah, dari hal-hal yang terjadi di sekeliling kita banyak pelajaran yang Allah selipkan di dalamnya. Ketajaman mata batin untuk menangkapnya hanya bisa diperoleh dengan banyak latihan dan membersihkannya secara berkesinambungan. Allah membedakan posisi orang yang tahu dan tidak tahu. Pun menghargai proses orang yang menghendaki tahu. Tinggal pilih saja, mau jadi orang di posisi luar biasa atau hanya ingin di maqam biasa-biasa saja. Tempuhi saja jalan menujunya!
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
romadlon,
Tausyiyah
Monday, May 28, 2018
Kemanakah
Jatuh dan tersungkur di tanah aku
Berselimut debu sekujur tubuhku
Panas dan menyengat
Rebah dan berkarat
Yang
yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh ‘kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Di mana ada musim yang menunggu?
Meranggas merapuh
Berganti dan luruh
Bayang yang berserah
Terang di ujung sana
Yang
yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh ‘kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
[Banda Neira – Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti]
Kehilangan adalah sesuatu yang banyak ditakuti orang-orang. Ia seakan-akan hantu yang bisa datang kapan saja membawa perasaan-perasaan tidak mengenakan pada seseorang. Lenyapnya sesuatu yang dikasihi baik berupa barang, keadaan dan seseorang tak jarang membikin ketidakrelaan yang berkepanjangan. Gerutu dan nada minor kecewaan berjatuhan dari setiap mulut korban kehilangan. Baik secara sadar atau tidak, sikap mengutuk keadaan jadi sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Beginilah kondisi sifat-sifat manusia yang tak paham akan makna sebuah titipan. Bukankah manusia sebenarnya tak pernah memiliki apa-apa. Bahkan untuk urusan tubuhnya sendiri. Semua adalah amanah yang mesti dijaga untuk kemudian harus siap diambil kembali oleh yang Maha Punya. Logika bagi sebuah titipan adalah harus dijaga betul oleh yang dititipi. Yang menitip akan sangat berterimakasih apabila barang yang dititipkannya itu dirawat dengan telaten dan dipelihara dengan sepenuh hati. Lain ceritanya apabila sesuatu yang tersebut malah dirusak atau tidak dimanfaatkan sesuai keinginan yang menitip. Maka akan murka besarlah si penitip. Kepercayaannya terhadap yang dititipi akan rusak dan sulit untuk membangunnya kembali.
Yang hilang hakikatnya adalah sebuah kondisi di mana ketiadaan kembali berpulang pada muasalnya: tiada. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan sekaligus didramatisir jika tingkat pemahaman kita akan definisi manusia sudah benar-benar sudah khatam. Namun, kehilangan memang akan banyak merenggut banyak korban bila orang-orang bersangkutan menggantungkan dirinya pada sesuatu tersebut. Berharap secara tidak wajar padanya. Padahal yang hilang tidak akan pernah banyak memberi kelegaan perasaan. Ia hanyalah perantara, tentu pula hanya sementara.
Bila kita jeli, kehilangan juga adalah pintu untuk membuka kesempatan menemukan sesuatu yang lebih baik lagi. Saya misalnya, karena hp sebelumnya raib karena keteledoran, Allah berikan gantinya dengan hp yang lebih lengkap fiturnya. Coba tidak hilang, kan sulit buat maen media sosial karena memorinya cepat habis dsb. Tapi ini jangan ditiru yah! Hanya permisalan saja. Prinsip yang sama pun berlaku pada peristiwa kehilangan lainnya, dari yang remeh-temeh hingga kehilangan yang sangat kompleks.
Dalam hidup kita begitu kecewa sekaligus murka atas kehilangan yang mampir secara tiba-tiba. Hilang gadget misalnya. Sebuah barang kecil mungil yang manusia demikian banyak tergantung padanya. Bila kecemburuan Rabb atas gadget tersebut diwujudkan atas kehilangannya, maka wajarlah. Tak pernah ada kekasih yang ingin diselingkuhi. Dan siapa tahu dengan jalan kehilangan, manusia dapat merenungi kesalahannya: menduakan Tuhan.
Kehilangan yang juga benar-benar ditakuti adalah habisnya masa hidup orang-orang tercinta di sekitar kita. Inginnya, mereka terus hidup berdampingan dengan kita, menghabiskan hari-hari memanen canda demi canda dan tawa demi tawa. Tak mau ada itu dijeda tiada.
Kemudian, yang tak kalah menyeramkan adalah hilangnya berbagai kesempatan. Gagal masuk ke kampus impian. Tidak lolos seleksi beasiswa bergengsi. Tidak jadi lulus cumlaude karena IPK kurang nol koma sekian. Ditolak kerja karena kompetensi tidak terpenuhi. Dibiarkan cinta bertepuk sebelah tangan oleh wanita/pria pujaan hati. Gagal mendapatkan kekuasaan karena surat suara kalah telak dari lawan. Dan berbagai peluang yang dianggap baik lainnya apabila tidak jadi diraih dapat menimbulkan kekecewaan mendalam.
Aneka kehilangan apabila bersih hati kita dari prasangka sebenarnya mengandung instrumen urgen untuk mengukur tingkat keberterimaan kita, tingkat keimanan kita. Ia semacam alat uji untuk mengetahui siap atau tidakkah ketika sesuatu yang disayangi diambil kembali. Bukan apa-apa padahal, Allah ingin kita sebagai hamba-Nya kembali meniti tangga supaya posisinya jauh lebih tinggi. Allah tidak ingin manusia bergantung kepada selain-Nya. Namun, tak dapat dielakkan lagi bahwa hanya satu-dua saja manusia yang berhasil mengalahkan ego untuk tidak memiliki sesuatu sepenuhnya. Hanya beberapa saja dari total jumlah manusia yang mampu menafikan rasa kepemilikannya. Mereka adalah orang-orang yang diiputi renjana pada Rabb-Nya. Yang lain dil luar itu hanya ilusi semata. Atau hanya dijadikan penjembatan saja.
Untuk mengakhiri tulisan ini saya kutipkan satu puisi yang dibuat dua tahun lalu. Lumayan bisa jadi bahan renungan karena temanya tentang kehilangan. Berikut perwujudannya:
AKU AKAN HILANG
Ada derap yang gontai mengetuk sela-sela rasa
Menyesaki kebinatangan yang kian lama kian lantang menyuarakan kesesatan
Ada paruhan cahaya yang menampari sisi-sisi hati
Bersisian menyambangi kehadiran kebersalahan yang kian lama kian menjadi
Aku sadar takan abadi maka aku harus berwaspada diri
Enyah serakah, awas nafas ganas aku ingin menyibakmu
Pelan tapi pasti, pelan tapi meyakinkan diri
Jalan panjang membutuhkan kesiapan untuk disambangi
Aku akan punah
Maka aku harus berbenah
Aku akan hilang
Maka pada yang baik aku harus garang
Gegerkalong, 7 November 2014
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
romadlon,
Tausyiyah
Sunday, May 27, 2018
Jangkauan esok
Masa depan adalah saat di mana semua yang telah dikerjakan di masa lalu dan masa sekarang terakumulasi. Dibumbui dengan berbagai kesempatan yang ada, ditambah keputusan yang diambil, juga tak lupa restu dari Allah sebagai Yang Maha Berkehendak jadilah ia sebagai masa depan. Masa depan tak ubahnya sebuah waktu yang kemudian akan dijumpai setiap orang tidak saat ini. Kalau memang masih ada quota hidupnya dan masih cukup panjang maka masa depannya pun kemungkina beberapa tahun lagi. Namun, masa depan bisa pula jadi esok hari atau seminggu kemudian karena selama rentang waktu itu merupakan sisa hidup yang harus dijalani.
Orang bijak kerap bilang kalau kita di masa depan tergambar dari kita saat ini. Bagaimana hidup hari ini dijalani, dengan siapa kita berteman, buku apa yang banyak dibaca, hingga semacam urutsan komunitas apa yang diikuti akan membuat pola kita di masa mendatang. Bagi orang yang tiap hari menjalani hari tanpa target dan rencana, hidup hanya mengalir seperti air, dapat dipastikan hidupnya kedepan tidak jauh dari orang-orang yang maaf “kehadirannya tidak terlalu berpengaruh.” Kalau tidak jadi orang-orang biasa saja dalam artian menjalani hidup sekadar hidup—meminjam frasa kata mutiara dari Buya Hamka—ia tidak memiliki peran apa pun di masyarakat. Adanya dalam sebuah perkumpulan tidak terlalu istimewa. Tidak ada pun tak pernah ditanya kemana. Saking tidak ada kontribusi yang diberikannya akibat masa mudanya hanya dihabiskan untuk berbuat semaunya. Mengikuti hawa nafsu yang cenderung membawa kepada kerusakan. Hal berkebalikan terjadi pada orang-orang yang sedari muda memasang target jauh ke depan. Rencana-rencana hidupnya dibuat sedemikian rupa penuh dengan optimisme. Meskipun orang-orang tidak pernah luput melabelinya cibiran, hinaan, dan sindiran ia tetap lurus ke depan. Ia tutup telinganya dari perkataan-perkataan menjatuhkan. Pepatah “Biarlah anjing bergonggong, Kafilah tetap berlalu” sangat cocok menggambarkan orang-orang visioner ini. Namun sayang, jumlah mereka tidak lebih banyak dari manusia kebanyakan. Selalu begitu memang. Orang-orang istimewa selalu langka di dunia ini. Mereka adalah manusia-manusia terpilih yang mampu bertahan dari berbagai godaan. Mereka adalah para pemenang yang tetap fokus dan bersungguh-sungguh hingga tujuannya layak untuk dicapai.
Masa yang sudah terlewat akan sulit ditempuhi kembali. Ia sudah lapuk dan mustahil untuk disunting lagi. Meskipun kita mati-matian ingin memperbaiki masa silam, ia tidak akan mau berbaik hati memberikan kesempatannya pada kita. Tidak ada lagi belas kasihan bagi orang-orang yang telah tega menyia-nyiakannya. Ia benar-benar tidak bakal acuh atas permohonan seorang pun manusia untuk membukakan kembali pintu masa itu. Percuma dirayu juga, masa lalu akan tetap pada pendiriannya, mencampakan manusia-manusia yang mengiba di hadapannya.
Ruang waktu yang sedang dijalani saat ini pada akhirnya akan menjadi masa lalu juga. Sementara masa depan nanti pelan-pelan akan bertranformasi pula menjadi masa yang tengah dijalani. Lantas ia tak pernah lelah melangkah, ia kembali jadi masa lalu lagi. Begitu terus sampai habis rentang masa untuk kita menjadi makhluk bumi.
Bila ingin masa mendatang tidak disesali adanya, mau tidak mau harus ada yang dikorbankan sedari saat ini. Pengorbanan untuk merelakan hal-hal yang disenangi supaya tidak banyak menyita perhatian, melupakan perkara-perkara remeh temeh seperti berhura-hura tanpa arah tujuan, dan memilih berlelah-lelah dalam menanam benih sukses untuk hari tua kelak. Kesemuaannya memang membuat peluh deras melumuri tubuh, membuat air mata meleleh pelan di pipi kiri dan kanan, membuat hati terguncang beberapa kali. Namun, tentu itu bayaran atas kebahagiaan di masa depan. Tinggal pilih saja, mau memilih bahagia sekarang atau nanti? Kalau mau memilih opsi kedua, bersiaplah untuk bersakit-sakit dahulu untuk bersenang-senang di masa depan. Atau bisa juga sebenarnya sekarang berbahagia dan di hari nanti lebih bahagia. Hanya saja dengan catatan proses yang dijalani di-setting sebisa mungkin untuk dihadapi, dihayati, dan dinikmati.
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
romadlon,
Tausyiyah
Subscribe to:
Comments (Atom)
CERPAN
cerita panjang, antara jepara, habib luthfi, Yai Dullah, Syaikh nawawi dll. monggo disimak *Dari Rumah Dibawa ke NU, Jangan dari NU Dibawa ...
-
Poin Dari sebuah pencarian adalah menemukan. Tapi tidak dinyana, dalam prosesnya kita tak lepas dari dijumpakan pada berbagai peristiwa yang...
-
Ada yang dilantunkan bersahut-sahutan—Alquran. Disuarakan di berbagai tempat dan saat. Pengeras suara di masjid-mesjid menambah semarakn...
-
Jarum jam menunjukan pukul 22.15 WIB saat saya memutuskan untuk memulai tulisan kali ini. Penyakit lama tak kunjung sembuh. Menanti-nanti se...
-
Bagaimana mungkin tentang dosa kita tidak mengetahuinya? Sedari Sekolah Dasar istilah ini telah dikenalkan melalui Pelajaran Agama. Dosa dig...
-
Bertemankan lagu-lagu galau saya menulis ini. Lirik-lirik liris dari Kahitna, disusul irama yang syahdu dari belasan OST nya Descendants of ...
-
Ilmu merupakan hal yang harus dimiliki setiap orang jika ia ingin hidupnya selamat. Tanpa ilmu permasalahan yang sebenarnya biasa saja bisa ...
-
Tadi pagi mesjid UPI, Al-Furqon mengadakan sebuah acara pelatihan dakwah bekerja sama dengan UKM Al-Qolam dan Kalam. Setahu saya acara seper...
-
Di jurnal sebelumnya saya menceritakan bahwa di hari ke-5 Ramadhan saya mengikuti acara di mana pak Aam sebagai pematerinya. Informasinya sa...
-
Ketika impian tidak kunjung berjodoh dengan kita, apa yang kita bisa lakukan? Tak perlu tergesa untuk memberikan jawaban. Cukup renungkan pe...
-
SHOLAT KAFFAROH PD JUM'AT TERAKHIR BULAN ROMADLON: ======== Shalat kaffaroh?? Bahwa Bersabda Rasulullah SAW : " Barangsiapa selama...