Saturday, May 26, 2018
Hambatan
Project nulis di bulan Ramadan tapi lebih banyak tulisan bernada curhat ketimbang ajakan bagi diri sendiri dan orang lain untuk berjalan ke arah lebih baik.Tulisan ini akhirnya tentang Ramadan lagi.
.
Ini akan sangat curhat.
.
Dalam hidup saya belum merasakan bagaimana i’tikaf di bulan Ramadan. Padahal orang di luar sana begitu bersemangat memburu malam yang sebanding dengan kurang lebih 83 tahun beribadah ketika kedapatan kita menghabiskan waktu untuk mendekatkan diri kepada Allah di malam itu. Saya juga merasa sangat kecewa dengan diri ini. Mengapa begitu bebal hati ini tidak pernah benar-benar tertarik mengisi waktu dengan amalan-amalan terbaik di bulan suci yang hanya bertamu setahun sekali. Saya sendiri mendengar istilah I’tikaf dan embel-embel pahalanya sedari SD. Di waktu subuh-subuh dengan kewajiban mengisi buku agenda Ramadan yang ditugaskan oleh mamah saya sendiri (karena beliau guru PAI SD saya) saya mendengar sayup-sayup tentang keutamaan beribadah di 10 malam terakhir. Ustadz yang menyampaikan juga adalah bapak saya. Hampir tiap tahun materi itu diulang-ulang. Biasanya tema tentang Lailatul Qadar disampaikan memang menjelang hari ke-20. Sementara di hari-hari sebelumnya hanya berfokus pada masalah-masahal seperti makna puasa, makna Ramadan, hal-hal yang bisa membatalkan puasa, orang-orang yang boleh meninggalkan puasa hingga semacam ganjaran bagi yang benar-benar menjalankan puasa dengan sepenuh hati dan penuh kekhusyukan. Katanya akan masuk ke dalam syurga Allah melalui pintu istimewa,“Babun al-Rayan. Saya masih sangat ingat.
Nampaknya suasana Ramadan di kota lebih menarik ketimbang di desa-desa. Setidaknya kalau dibandingkan dengan kampung halaman saya. Gairah masyarakat untuk berbuat baik seperti memberikan fasilitas ta’jil bagi para jama’ah lebih kental terasa di masjid-masjid daerah perkotaan, Bandung misalnya. Hampir sebagian besar masjid menyediakan makanan pembatal bagi para jama’ah. Bahkan justru memang hal-hal gratis ini yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para jama’ah untuk datang ke masjid. Hingga perkataan-perkataan “Hey, masjid mana nih yang menyediakan ta’jil enak dan makan berat” dan perkataan-perkataan senada. Tanpa bermaksud merendahkan, biasanya Para Pencari Takjil sejati didominasi oleh para mahasiswa. Maklumlah ya, mereka kan jauh dari orang tua. Kalau ada yang gratisan kenapa cari yang berbayar. Mungkin itu salah satu motivasinya membuat list masjid yang akan dikunjungi di tiap hari selama bulan Ramadan.
Kembali ke tentang beritikaf. Saya pribadi benar-benar tidak habis pikir kenapa begitu lemah diri ini atas upaya melawan kemalasan untuk memilih menahan kantuk bermesra-mesra di atas sajadah di dalam masjid. Ternyata jurusan kuliah atau tempat menghabiskan waktu berhari-hari atau keilmuan itu tidak menjamin keseriusan seseorang dalam beribadah. Seringkali saya menyaksikan para jama’ah yang secara ilmu agama mungkin bisa dikatakan baru-baru ini tertarik mendalami Islam, namun secara aplikasi ritual ibadah semangat mereka begitu menggebu-gebu. Sementara banyak pula rekan-rekan sejurusan, orang-orang yang tiap hari berkutat dengan hujah-hujah agama mereka tidak terlihat antusias untuk memaksimalkan waktu yang ada ini dalam meraup pahala sebanyak-banyaknya. Tapi, ini juga baru pengamatan yang serampangan saja. Mungkin boleh jadi karena ilmunya yang sudah jauh di atas sana, mereka memilih mengerjakan hal lain yang dinilai lebih bermanfaat dan mampu mendatangkan ridho Allah dari jalan lain. Atau bisa juga, ibadah mereka benar-benar dilakukan dengan rapi dan rahasia sehingga orang-orang tidak sempat menyaksikannya. Entahlah, ini mungkin hanya perasaan saya saja. Namun, semoga saja tidak ada sama sekali niat dari para orang-orang yang bersangkutan untuk menyepelekan berbagai kesempatan di bulan yang Allah istimewakan ini.
Terkait I’tikaf di sepuluh hari terakhir yang begitu sulit untuk ditunaikan mungkin adalah buah dari noda yang menumpuk dan luput dari perhatian untuk dibersihkan. Noda itu telah menempel hebat di seluruh permukaan hati sehingga mempengaruhi seluruh anggota badan untuk lebih memilih aktivitas lain yang sebenarnya secara keutamaan sangat tidak ada. Hanya aktivitas-aktivitas mubah yang secara prioritas ibadah berada di posisi rendahan. Akan tetapi, kecondongan untuk melakukannya benar-benar sangat mematri kuat. Seakan-akan rugi kalau tidak dilakukan. Aktivitas menghabiskan berjam-jam waktu di depan televisi, menyaksikan acara-acara kurang bermutu, bergosip dengan teman-teman hingga lupa waktu di acara buka bersama, banyak makan sebagai ajang balas dendam, dan hal-hal senada lainnya benar-benar terlihat menyilaukan ketimbang menjalankan ibadah yang sudah jelas tuntutanya. Di titik seperti ini, saya kadang bertanya dalam hati “Apakah layak di hari fitri kelak mendapat ampunan-Nya? Apakah pantas diri ini mengharapkan surga-Nya sementara jalannya tidak ditempuhi? Apakah tidak malu dengan amal yang pas-pasan menginginkan dimudahkan segala urusan?”
Kesadaran akan ketidakberesan ini semoga menjadi awal untuk berubah. Mencoba memaksakan diri untuk minimal sekali saja menafikan aktivitas lain yang tak penting-penting amat untuk dihabiskan dengan banyak-banyak memuji Allah, membaca surat cintanya sepaket dengan mentadaburinya, hingga berlama-lama dalam sujud di malam ketika manusia-manusia lainnya tengah nyenyak di pangkuan kasur empuknya. Syukur Alhamdulillah Allah masih memberikan setitik cahaya keinsafan untuk terus menerus dan tak pernah henti merangkak menuju-Nya. Meski maksiat-maksiat terus ditekuni Dia tak pernah alpa memberikan kemungkinan-kemungkinan kepada hamba-Nya untuk bisa kembali. Pulang pada jalan yang semestinya. Jalan yang lurus (Q.S. al-Fatihah [1]:7).
Pesantren, Tausiyah, hikmah, romadlon, hijrah,
fatwah,
fitri,
hijrah,
hikmah,
mutiara,
pesantren,
romadlon,
Tausyiyah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
CERPAN
cerita panjang, antara jepara, habib luthfi, Yai Dullah, Syaikh nawawi dll. monggo disimak *Dari Rumah Dibawa ke NU, Jangan dari NU Dibawa ...
-
Poin Dari sebuah pencarian adalah menemukan. Tapi tidak dinyana, dalam prosesnya kita tak lepas dari dijumpakan pada berbagai peristiwa yang...
-
Ada yang dilantunkan bersahut-sahutan—Alquran. Disuarakan di berbagai tempat dan saat. Pengeras suara di masjid-mesjid menambah semarakn...
-
Jarum jam menunjukan pukul 22.15 WIB saat saya memutuskan untuk memulai tulisan kali ini. Penyakit lama tak kunjung sembuh. Menanti-nanti se...
-
Bagaimana mungkin tentang dosa kita tidak mengetahuinya? Sedari Sekolah Dasar istilah ini telah dikenalkan melalui Pelajaran Agama. Dosa dig...
-
Bertemankan lagu-lagu galau saya menulis ini. Lirik-lirik liris dari Kahitna, disusul irama yang syahdu dari belasan OST nya Descendants of ...
-
Ilmu merupakan hal yang harus dimiliki setiap orang jika ia ingin hidupnya selamat. Tanpa ilmu permasalahan yang sebenarnya biasa saja bisa ...
-
Tadi pagi mesjid UPI, Al-Furqon mengadakan sebuah acara pelatihan dakwah bekerja sama dengan UKM Al-Qolam dan Kalam. Setahu saya acara seper...
-
Di jurnal sebelumnya saya menceritakan bahwa di hari ke-5 Ramadhan saya mengikuti acara di mana pak Aam sebagai pematerinya. Informasinya sa...
-
Ketika impian tidak kunjung berjodoh dengan kita, apa yang kita bisa lakukan? Tak perlu tergesa untuk memberikan jawaban. Cukup renungkan pe...
-
SHOLAT KAFFAROH PD JUM'AT TERAKHIR BULAN ROMADLON: ======== Shalat kaffaroh?? Bahwa Bersabda Rasulullah SAW : " Barangsiapa selama...
No comments:
Post a Comment